loading...

Tantangan Indonesia dalam Implementasi Cetak Biru ASEAN Political Security Community (APSC)

EKA PAKSI RAMADHANI

NIM. 180564201016

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

2021



Abstract

As a form of political and security cooperation in the ASEAN region, Indonesia initiated the preparation of the blue print of the ASEAN Political Security Community (APSC) as the foundation of the framework for realizing peace in regional and global areas. The ASEAN Political Security Community blueprint contains 147 action measures that need to be implemented. ASEAN member states are committed to realizing these action measures, not least Indonesia, which dedicates itself to being the lead shepherd of 13 action measures. Through this paper, it will be discussed about the challenges of Indonesia's work in implementing the blueprint of the ASEAN Political Security Community and knowing how Indonesia responds to these work challenges.

Keywords : Indonesia, ASEAN Political Security Community, Blueprint


Abstrak

Sebagai salah satu bentuk kerja sama politik dan keamanan di kawasan ASEAN, Indonesia menginisiasikan penyusunanan cetak biru (blue print) ASEAN Political Security Community (APSC) sebagai landasan kerangka kerja untuk mewujudkan perdamaian di kawasan regional dan global. Dalam cetak biru ASEAN Political Security Community ini memuat 147 langkah aksi yang perlu diimplementasikan. Negara-negara anggota ASEAN berkomitmen dalam mewujudkan langkah aksi tersebut, tak terkecuali Indonesia yang mendedikasikan dirinya menjadi lead shepherd dari 13 langkah aksi. Melalui makalah ini, akan dibahas mengenai tantangan kerja Indonesia dalam mengimplementasikan cetak biru ASEAN Political Security Community dan mengetahui bagaimana respon Indonesia untuk menangani tantangan kerja tersebut.

Kata Kunci : Indonesia, Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Cetak Biru


BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

Dalam menciptakan keamanan dan stabilitas politik di kawasan Asia Tenggara, ASEAN membentuk gagasan masyarakat ASEAN pada konferensi tingkat tinggi ASEAN di Bali pada tahun 2003 yang terdiri atas tiga pilar utama diantaranya yaitu ASEAN Economy Community (AEC), ASEAN Political-Security Community (APSC) dan ASEAN Sosio-Cultural Community (ASCC). ASEAN sebagai organisasi internasional yang menjadi wadah untuk memberikan jaminan rasa aman dan perdamaian untuk negara-negara anggotanya, pembentukan ASEAN Political-Security Community (APSC) adalah salah satu bentuk kerja sama di bidang politik dan keamanan guna mewujudkan perdamaian komprehensif di kawasan regional dan global# dengan membentuk pola resolusi konflik yang damai dan bersifat terbuka. Walaupun begitu pembentukan APSC tidak ditujukan untuk membentuk suatu perjanjian internasional mengenai pertahanan atau aliansi militer ataupun kebijakan luar negeri bersama.# 

Peranan Indonesia sebagai negara yang ikut mewujudkan cita-cita perdamaian di kawasan ASEAN, Indonesia turut menginisiasikan penyusunan cetak biru (blueprint) dalam ASEAN Political-Security Community (APSC) yang terdiri atas tiga karakteristik utama yaitu# :

  1. Masyarakat yang mengacu pada peraturan dengan kesamaan nilai dan norma (a rules based community with shared values and norms)

  2. Kawasan yang kohesif, damai dan berdaya tahan tinggi dengan tanggung jawab bersama untuk menciptakan keamanan komprehensif (a cohesive, peaceful and resilient region with shared responsibility for comprehensive security)

  3. Kawasan yang dinamis dan berpandangan keluar (a dynamic and outward looking region)

Setelah dilakukannya penyusunan cetak biru APSC, perlu langkah untuk berupa tindaklanjut kerangka kerja tersebut. Terdapat 147 langkah aksi yang perlu diimplementasikan oleh negara-negara anggota ASEAN, dan 13 langkah aksi diantaranya merupakan hasil dari komitmen Indonesia untuk menjadi lead shepherd dalam perwujudan perdamaian di kawasan ASEAN. Pengimplementasian cetak biru APSC ini seringkali mendapat tantangan kerja yang tidak terduga mulai dari permasalahan yang ditimbulkan oleh kurangnya edukasi APSC terhadap masyarakat negara-negara ASEAN hingga campur tangan orang ketiga terhadap pembentukan APSC yang secara tidak langsung semua negara-negara di ASEAN, termasuk Indonesia turut merasakan tantangan ini karena setiap negara harus memberikan sikap politik internasional yang berwibawa dengan memperhatikan konseptual pada hukum internasional dalam menangani setiap tantangan-tantangan yang terjadi sekarang ataupun di masa depan. 

  1. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, fokus dari permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah mengenai;

  1. Apa saja tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam mengimplementasikan ASEAN Political-Security Community (APSC)?

  2. Bagaimana Indonesia menyikapi tantangan kerja tersebut?

  1. Landasan Konseptual

ASEAN (Association of Southeast Asia Nations)

ASEAN (Association of Southeast Asia Nations atau Perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara) merupakan organisasi yang memayungi 10 negara-negara di kawasan Asia Tengara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja yang dibentuk pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. ASEAN didirikan dengan tujuan untuk menciptakan perdamaian, stabilitas, keamanan dan kesejahteraan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. 

 

  1. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan kontribusi pemikiran dan mengedukasi pembaca mengenai bentuk pertahanan dan keamanan di kawasan ASEAN untuk mewujudkan SDG’s poin ke-10 (reduced inequalities) melalui perspektif indonesia sebagai lead shepherd dari realisasi cetak biru ASEAN Political-Security Community (APSC) dan mengetahui bentuk tantangan apa saja yang di terima Indonesia dalam proses realisasi perwujudan cita-cita perdamaian dan pertahanan di ASEAN. 


BAB II

PEMBAHASAN

 

ASEAN (Association of Southeast Asia Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang dibentuk melalui deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Pada awal pembentukan, ASEAN dipimpin oleh 5 founding nations atau berperan sebagai pendiri ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina dengan tujuan untuk menciptakan perdamaian, stabilitas, keamanan dan kesejahteraan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Kemudian negara-negara yang bergabung ke ASEAN mengalami perkembangan dan hingga kini tercatat ada 10 negara-negara di bawah naungan ASEAN yang diantaranya yaitu Brunei Darussalam (8 Januari 1984), Vietnam (28 Juli 1995), Laos dan Myanmar (23 Juli 1997), serta Kamboja (30 April 1999). ASEAN bertransformasi menjadi organisasi internasional melalui ASEAN Charter yang disusun pada tahun 2003 yang lalu ditandatangani di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-13 di Singapura pada 20 November 2007 oleh 10 negara dimana penandatanganan tersebut diwakili oleh masing-masing pemimpin negara, seperti; Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Indonesia), PM Abdullah Ahmad Badawi (Malaysia), Presiden Gloria Maccapagal Arroyo (Filipina), PM Lee Hsien Loong (Singapura), Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei Darussalam), PM Hun Sen (Kamboja), PM Bouasane Bouphavanh (Laos), PM Thein Sein (Myanmar), PM Surayud Churanont (Thailand), dan PM Nguyen Tan Dung (Vietnam). Sebagai upaya menjaga integritas dan stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara, melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada tahun 2003 di Bali, ASEAN membentuk gagasan masyarakat ASEAN yang terdiri atas tiga pilar yaitu ASEAN Economy Community (AEC), ASEAN Political-Security Community (APSC) dan ASEAN Sosio-Cultural Community (ASCC).

Salah satu dari ketiga pilar tersebut, ASEAN Political-Security Community (APSC) berperan penting dalam meningkatkan kerja sama di bidang politik dan keamanan di kawasan Asia Tenggara dan menjadi instrumen penting untuk menciptakan perdamaian kawasan. Dilatarbelakangi oleh maraknya kasus kejahatan transnasional di kawasan maritim Asia Tenggara seperti di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan, keberadaan APSC ini diharapkan menjadi jawaban mengenai tantangan dan ancaman global  yang muncul di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan artikel yang diterbitkan oleh kemlu.go.id mengenai masyarakat-politik keamanan ASEAN, pembentukan ASEAN Political-Security Community (APSC) adalah salah satu bentuk kerja sama di bidang politik dan keamanan guna mewujudkan perdamaian komprehensif di kawasan regional dan global dengan membentuk pola resolusi konflik yang damai dan bersifat terbuka. Walaupun begitu pembentukan APSC tidak ditujukan untuk membentuk suatu perjanjian internasional mengenai pertahanan atau aliansi militer ataupun kebijakan luar negeri bersama.# ASEAN Political-Security Community Blueprint menyebutkan bahwa ASEAN menjadi komunitas aturan berbasis nilai-nilai dan norma-norma bersama secara kohesif, damai, stabil dan bertanggung jawab atas keamanan yang komprehensif dan dinamis. Pembentukan APSC juga tidak luput dari dukungan dari Deklarasi Kawasan Damai, Bebas dan Netral (ZOPFAN), Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) dan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ). Dengan berbagai harapan yang dibawakan melalui pilar ASEAN Political-Security Community ini, perjalanannya tidak mulus. Seringkali kendala-kendala internal dan eksternal timbul akibat ego-sentris dari negara-negara terkait yang menjadi tantangan besar bagi ASEAN dalam mewujudkan stabilitas keamanan dan perdamaian regional. Kendala internal dalam hal ini berkaitan komitmen negara anggota terkait norma-norma yang akan dibentuk oleh APSC. Dan sedangkan kendala eksternalnya berkaitan pada campur tangan pihak ketiga di luar ASEAN dan arus globalisasi yang kian meluas pada saat ini sehingga  kejahatan transnasional semakin menjadi.# Dalam artian, hal ini juga secara tidak langsung memberikan pengaruh kepada negara-negara anggota ASEAN mengenai komitmennya dalam mewujudkan APSC bersama. Hal ini semakin diperkeruh dengan pola resolusi konflik negara-negara ASEAN yang cenderung menyelesaikan permasalahan secara bilateral dibandingkan multilateral. Namun dengan begitu, APSC telah mengupayakan beberapa resolusi mengenai permasalahan ini dengan cara melakukan pendekatan persuasif kepada negara-negara anggota untuk membangun kepercayaan guna menghindari konflik yang berkepanjangan. 

 

Tantangan Indonesia dalam mewujudkan ASEAN Political-Security Community (APSC)

Guna mendukung perwujudan APSC, indonesia menangguhkan dirinya sebagai lead shepherd untuk menjalankan 13 dari 147 langkah aksi dari cetak biru APSC dan Indonesia sendiri memiliki pengaruh penting dalam perwujudan cetak biru APSC ini yang tercantum pada ASEAN 2015 pada KTT ke-13 dengan tujuan untuk mempercepat kerja sama politik dan keamanan kawasan ASEAN.# Namun mengenai tantangan perwujudan APSC yang telah dijelaskan sebelumnya, Indonesia juga mengalami imbasnya secara tidak langsung. Hal ini menjadi lebih kompleks cakupannya ketika difokuskan dari sudut pandang Indonesia. Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam upaya perwujudan APSC ini diantaranya yaitu berasal dari masyarakat Indonesia sendiri. Banyak masyarakat yang tidak mengetahui peran dan eksistensi dari APSC ini. Ta Wei Chu dalam penelitiannya “Perspectives on the Emerging ASEAN Political-Security Community: Motivations, Barriers, and Strategies” dari University of Leeds (2014) menemukan bahwa sebagian besar masyarakat di kawasan ASEAN belum mengetahui ASEAN Community dimana APSC adalah salah satu pilarnya yang bertujuan menciptakan situasi dan kondisi yang mereka inginkan.# Tantangan Indonesia selanjutnya adalah mengenai pihak ketiga yang mencampur-tangani masalah keamanan keamanan Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Dalam hal ini Tiongkok dianggap terlalu ikut campur setiap permasalahan regional ASEAN mulai dari keamanan maritim, masalah lintas batas, hingga ekonomi politik karena memiliki pengaruh penting terhadap keberlangsungan ASEAN dan negara-negara anggotanya. Awal mula hal ini terjadi adalah adanya kepentingan terselubung ASEAN-China Free Trade Area yang diterapkan pada tahun 2010 dimana kerja sama ini hanya dilakukan dengan satu entitas negara saja, dan negara–negara anggota harus tunduk pada kerja sama tersebut.

 

Sikap Indonesia dalam menghadapi tantangan dalam mewujudkan ASEAN Political-Security Community (APSC)

Meskipun tantangan yang terjadi dalam upaya mewujudkan pilar APSC mengharuskan ASEAN dan negara-negara anggotanya harus bekerja dua kali lebih keras, hal ini tidak begitu saja menjatuhkan mental negara-negara ASEAN, terutama Indonesia dalam mewujudkan politik terintegrasi dan stabilitas keamanan kawasan. Indonesia mengambil langkah maju untuk mengatasi kendala-kendala yang ada. Pemerintah Indonesia melakukan edukasi kepada warga negaranya melalui sosial media Kementerian Luar Negeri (Menlu) dan penerbitan beberapa artikel mengenai ASEAN Community di media massa. Hal ini dilakukan agar dapat mencapai target segmentasi yang merata dari berbagai kalangan, selain itu Pemerintah Indonesia juga menyelipkan kurikulum mengenai ASEAN di dalam mata pelajaran siswa SMP-SMA untuk mengedukasi masyarakatnya di kalangan pelajar. Dan untuk menghadapi intervensi pihak ketiga yang menghambat perwujudan APSC, Indonesia menunjukkan sikap konfrontatif dengan secara tegas dan berani melakukan intervensi untuk mencapai tujuan keamanan regional dan global, mau itu dalam ranah ASEAN maupun PBB. Indonesia juga memperkuat hubungan multilateralismenya kepada negara-negara sahabat untuk membantu Indonesia dan ASEAN mewujudkan cita-cita APSC.

 


BAB III

PENUTUP

 

  1. Kesimpulan

Cita-cita ASEAN untuk menjaga stabilitas keamanan regional tidak berjalan mulus, kendala internal dan eksternal ASEAN dianggap mengganggu proses perwujudan satu dari tiga pilar ASEAN Community yaitu ASEAN Political-Security Community. Berbagai upaya telah dikerahkan oleh ASEAN dan negara-negara anggotanya untuk mengatasi kendala ini, namun ada saja pihak-pihak yang mencari celah keuntungan dalam kesempitan sehingga menghambat upaya stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara dan kejahatan transnasional yang menjadi alasan dibentuknya APSC ini menjadi semakin meluas jangkauannya. 

  1. Saran

ASEAN sebagai organisasi yang memayungi 10 negara di kawasan Asia Tenggara harus siap menghadapi tantangan-tantangan yang akan terjadi di masa depan, sesuai dengan komitmennya untuk menciptakan perdamaian, stabilitas, keamanan dan kesejahteraan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Dan negara-negara anggotanya juga harus terlebih dahulu menyatukan suara, sehingga perpecahan tidak terjadi antar sesama anggota untuk sebuah “kepentingan” yang hanya menguntungkan sebelah pihak saja. 

 

REFERENSI

 

 Julyeta P. A. Runtuwene, “Tantangan ASEAN Political-Security Community Dalam Mewujudkan Kawasan Yang Aman, Damai dan Stabil di Wilayah Perbatasan dan Pulau-Pulau Terluar”, (http://setnas-asean.id/site/uploads/document/journals/file/59b0e8074a2c9-4-cluster-polkam-unima.pdf)

Kementerian Luar Negeri Indonesia, 2015, “Masyarakat Politik – Keamanan ASEAN”, (http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/asean/Pages/MasyarakatPolitikKeamananASEAN.aspx)

Sekretariat Nasional Asean-Indonesia, “Tentang ASEAN”, (http://setnas-asean.id/tentang-asean)

Suwarti Sari, “Peran Indonesia dalam Implementasi ASEAN Political Security Community”, (http://www.ejournal.fisip.unjani.ac.id/index.php/jurnal-dinamika-global/article/view/100/86)

Ta-Wei Chu, 2014, “Perspectives on the Emerging ASEAN Political-Security Community: Motivations, Barriers, and Strategies”, Submitted in accordance with the requirements for the degree of Doctor of Philosophy, School of Languages, Cultures, and Societies Department of East Asian Studies, The University of Leeds, (http://etheses.whiterose.ac.uk/8774/1/Ta-Wei%20Chu.pdf,)

 

 

 

 

 

 

 


0 Comments

Leave a comment