Praktik Perbudakan Modern dalam Piala Dunia Qatar 2022

Sejarah Perbudakan
Perbudakan adalah sebuah praktik eksploitasi manusia yang telah lama dilakukan oleh para pemilik modal dan perlakuan ini diterima oleh para pekerja. Dahulu praktik ini sering dialami oleh orang-orang berkulit hitam yang datang dari negara-negara Afrika. Pada abad ke-14 terdapat dua rute besar yang sangat terkenal untuk melakukan perdagangan budak, Trans Atlantic Slave Trade yaitu rute pengiriman dari Afrika ke Amerika Serikat dan Trans Sahara Slave Trade rute pengiriman dari Afrika ke negara-negara Arab (Debora, 2017).
Seiring perkembangan zaman, perbudakan nampaknya bukan lagi soal pekerja kasar yang tidak mendapatkan hak dengan semestinya. Perbudakan saat ini terjadi di sistem ekonomi modern sebagai kejahatan lintas Negara. Sistem ekonomi setelah perang dingin mengalami perubahan yang sangat drastis. Modal dan uang bisa bergerak melintasi batas Negara lebih cepat dibandingkan pergerakan manusia. Kemudian memasuki tahun 1980-an, dimana globalisasi makin berkembang yang menyebabkan lunturnya perbatasan antar Negara. Hal ini membuat modal terus mencari buruh dengan harga yang lebih murah (BSN, 2014). Praktik perbudakan modern memiliki beberapa contoh, seperti pernikahan paksa, buruh paksa, eksploitasi seksual, dan mempekerjakan anak dibawah umur. Global Slavery Index menyatakan terdapat 40 juta individu di seluruh dunia yang hidup dibawah perbudakan modern (Hyland, 2018).
Perbudakan Modern dalam Piala Dunia Qatar 2022
Pada tahun 2022 mendatang, Qatar akan melangsungkan perhelatan sepakbola terbesar di dunia yang diadakan setiap empat tahun sekali. Acara ini dikenal dengan nama Piala Dunia (World Cup) yang dinaungi oleh organisasi Federation of Football Association (FIFA). Ini kali pertamanya negara di Asia Barat menjadi tuan rumah kompetisi Piala Dunia. Saat ini Qatar tengah mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan Piala Dunia. Beberapa pembangunan tengah dijalani, seperti pembangunan stadion Al – Wakrah serta pembangunan kota baru bernama Lusail. Dalam pendanaan acara ini, Qatar mengeluarkan biaya yang cukup banyak, setidaknya lebih dari 43 juta USD. Dana tersebut dugunakan untuk membangun prototype stadion mini yang menggunakan teknologi pendingin udara, teknologi inilah yang menjadi unggulan dari Qatar (Dahono, 2013)
Kemegahan yang terdengar dari pembangunan Qatar seperti menyembunyikan sisi gelap dari proyek ini. Qatar diisukan menjalani praktik perbudakan modern dalam pembangunan infrastruktur Piala Dunia di negaranya. Para pekerja mayoritas adalah pekerja migran yang berasa dari Nepal, India, Iran, Sri Lanka, dan Pakistan, Peningkatan pekerja migran yang pesat di Qatar memberikan alasan kepada jurnalis untuk mengulik berita yang terjadi di negara ini. Isu ini pertama kali berkembang pada tahun 2013 oleh media serta International Trade Union Confederation (ITUC) menyatakan bahwa pembangunan ini telah menelan nyawa sebanyak 4000 pekerja migran (ITUC, 2014). Nepal menjadi negara yang menempati posisi teratas dalam mengirim pekerja migran ke Qatar, di mana jumlah pekerja asal negara tersebut mencapai 340.000 orang pada tahun 2013 (March, 2015). Para pekerja merasa mendapatkan kerugian dari pekerjaan ini. Mereka menerima kekerasan, penipuan, perampasan, merasa sangat dibohongi.
Kerja paksa menjadi sangat umum di Qatar, sistem Hukum Kafala mempengaruhi pembentukan kebijakan mengenai buruh di Qatar. Hukum Kafala menghasilkan kondisi yang setara dengan bentuk perbudakan modern. Kerugian para pekerja migran terjadi di semua fase yang dijalani oleh para pekerja migran: perekrutan, penyebaran/penempatan, pekerjaan, dan pengembalian/pemulangan. Hal ini dapat terjadi akibat dari hukum yang tidak ditegakkan dengan benar di Qatar serta negara asal para pekerja. Siklus hidup pekerja migran dimulai dengan fase perekrutan, sering terjadi perekrut yaitu perusahaan membebankan biaya rekrutmen pada migran sebelum tiba di Qatar. Fase kedua, yaitu fase penyebaran. Calon pekerja menandatangani kontrak kerja serta mulai mengurus visa. Fase penyebaran juga memungut biaya yang besar, tak jarang calo ikut mencarikan pinjaman dengan jumlah bunga yang tinggi. Sesampainya di Qatar, pekerja dipaksa menandatangani kontrak yang berbeda dan gaji disesuaikan dengan kebutuhan pembayaran hutang mereka, ini termasuk dalam kasus perdagangan manusia. Fase ketiga yaitu fase pekerjaan, pekerja migran dipaksa untuk bekerja selama 12 jam sehari dengan tingkat suhu mencapai 50 derajat. Pasokan air bersih juga tidak memadai dan para pekerja dalam bidang konstruksi mengaku tidak diberikan helm pelindung. Fase terakhir adalah fase pemulangan, fase ini dimulai setelah kontrak kerja berakhir. Para pekerja harus melakukan integrasi kembali secara ekonomi dan sosial dan hal ini tergantung dari negara asal para migran. Kasus ini sering berakhir dengan kegagalan yang membuat para pekerja tidak bisa kembali ke negara asal (Thuer, 2017).
Personal Security
Keamanan personal (personal security) bertujuan melindungi manusia dari kekerasan fisik negara dan non-negara lainnya. Bagi semua orang, ketakutan terbesar adalah menjadi korban kejahatan. Rasa tidak aman yang dirasakan oleh individu akibat dari ketakutan mereka biasanya muncul karena kehidupan sehari-hari dari mereka. Konsep keamanan personal ini menjadi semakin penting khususnya dalam konteks internasionalisasi konflik lokal yang disebabkan oleh ketegangan etnis, kelaparan, krisis ekonomi dan disintegrasi negara. Janusz Swiniarski membagi bentuk keamanan menjadi keamanan pribadi dan keamanan structural. Keamanan pribadi terkait dengan membangun kondisi yang tepat bagi manusia, sedangkan keamanan structural berkaitan dengan aspek organisasi dan kelembagaan kehidupan sosial di berbagai tingkatan organisasi. Keamanan manusia terkait dengan ancaman manusia dan menjamin hak-hak manusia, namun keamanan manusia terlepas dari batas negara tertentu, kekuatan dan populasi. Karena hal itu, maka keamanan manusia tidak lagi menjadi area yang hanya dapat diakses oleh pemerintah atau urusan internal negara, tetapi menjadi masalah serta tanggung jawab internasional (Gierszewski, 2017)
Pandangan Personal Security pada Kasus Perbudakan Modern di Qatar
Keamanan pribadi seseorang telah dilanggar dari adanya praktik perbudakan modern. Keamanan pribadi memberikan individu atau kelompok rasa aman yang lebih besar, namun yang terjadi pada kasus ini sebaliknya. Rasa tidak aman yang dialami oleh para pekerja telah dimulai dari fase pertama sampai fase terakhir dalam proses migrasi pekerja. Qatar menjadi negara yang tidak tegas untuk memberantas hal ini, sedangkan proyek sepakbola ini sepenuhnya milik Qatar. Sistem Hukum Kafala berpengaruh besar dalam menentukan tindakan Qatar pada penanganan pekerja migran, di mana negara seharusnya lebih paham mengenai keamanan pribadi. Kekhawatiran tentang kondisi kerja dan kehidupan pekerja migran dalam mewujudkan proyek ini akhirnya dilaporkan secara luas melalui media pers. LSM menjalankan fungsinya sebagai keamanan structural bergerak aktif untuk menekan Qatar pada masalah ini. Para bintang sepakbola juga ikut bersuara akan ketidaksetujuan mereka pada Piala Dunia Qatar 2022, di mana pertandingan tersebut dibayar oleh nyawa manusia.
Referensi
Debora, Y. (2017, July 12). Wajah Perbudakan Zaman Dulu dan Zaman Modern. Diakses dari Tirto.id: https://tirto.id/wajah-perbudakan-zaman-dulu-dan-zaman-modern-csuM
Dahono, Y. (2013, September 27). Siapkan Piala Dunia 2022, Qatar Lakukan Perbudakan Modern?. Diakses dari BeritaSatu: https://www.beritasatu.com/dunia/140810-siapkan-piala-dunia-2020-qatar-lakukan-perbudakan-modern.html
Gierszewski, J. (2017). Personal Security Within The Human Security Paradigm. Security Dimensions. International and National Studies. (23): 51-66
Hyland, K. (2018). Modern Slavery: A Global Phenomenon. Global Slavery Index.
ITUC. (2014). ITUC Special Report The Case Against Qatar. Diakses dari ITUC: http://
www.ituc-csi.org/IMG/pdf/the_case_against_qatar_en_web170314.pdf
March, J; Chris W. (2015). The Beautiful Game – The Qatar World Cup 2022. Journal of Business Ethnics Education, (12):159 – 164.
Perpustakaan BSN. (2014, November 20). Apa Itu Perbudakan Modern?. Diakses dari Badan Standarisasi Nasional: https://perpustakaan.bsn.go.id/index.php?p=news&id=609
Thuer, D. (2017). Qatar 2022, The World Cup of Modern Slavery – Is FIFA Playing Fair?. Thesis. University of Seville, Seville.
Ditulis oleh: Devina Ayu Larasati Universitas Jendral Soedirman
0 Comments