Pelanggaran Data Skala Besar: Analisis Kasus Kebocoran Data Kominfo dan Implikasinya terhadap Keamanan Siber Nasional

Oleh: inda Noorisma Jayanti, Vici Azzahra Putri Wahyudi, UPN “Veteran” Jawa Timur
Latar Belakang
Data adalah hal yang sangat berharga bagi individu, kelompok, dan negara di era digital yang semakin maju. Namun, seiring dengan peningkatan ketergantungan pada teknologi digital, risiko pelanggaran data juga meningkat. Kasus kebocoran data yang terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia, menunjukkan betapa rentannya data pribadi dan informasi sensitif terhadap ancaman siber. Kekhawatiran yang serius tentang keamanan siber di tingkat nasional telah muncul sebagai akibat dari kasus yang melibatkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Indonesia. Fakta bahwa data pribadi sekitar 34 juta orang telah dibagikan, termasuk nama lengkap, nomor paspor, dan tanggal lahir, menunjukkan bahwa ini dapat digunakan untuk pencurian identitas dan penipuan.
Indonesia baru-baru ini dilanda kasus yang cukup serius yaitu tentang kebocoran data yang menimbulkan kekhawatiran warga negara akan data pribadinya sehingga melibatkan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam kasus ini. Berbagai pihak, termasuk peneliti dan akademisi, menuntut tindakan nyata sebagai tanggapan atas krisis ini, yang menunjukkan kelemahan dalam sistem perlindungan data pemerintah. Dalam makalah ini, kami akan menganalisis tentang kasus kebocoran data Kominfo serta implikasi yang terjadi di dalamnya. Ketika jumlah insiden pelanggaran data meningkat, kebocoran data ini terjadi. Terdapat 94 kasus kebocoran data pribadi dalam tiga tahun terakhir, dengan 35 kasus tertinggi terjadi pada tahun 2023. Hal ini menunjukkan bahwa sistem perlindungan data pemerintah memiliki kelemahan yang perlu diperbaiki segera.
Kebocoran data Kominfo mencakup banyak informasi pribadi. Jika data pribadi seseorang dibocorkan, informasi seperti nama lengkap, tanggal lahir, nomor paspor, dan lainnya yang dapat digunakan untuk mencuri identitas mereka. Adanya kebocoran data dapat berasal dari kesalahan manusia, ketidakpatuhan protokol keamanan, dan serangan siber oleh peretas. Apa pun penyebabnya, itu akan berdampak negatif terhadap masyarakat dan individu. Kebocoran ini tidak hanya menimbulkan ancaman langsung terhadap privasi, tetapi juga merusak kepercayaan warga negara terhadap kemampuan pemerintah untuk melindungi data pribadi warganya.
Penyebab Kebocoran Data melibatkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)
Kelemahan Sistem Keamanan
Perlindungan data menjadi lebih penting dan rumit di era data digital dan elektronik ini daripada sebelumnya. Pencurian atau kerugian informasi yang berkaitan dengan produk, prosedur, atau proses bisnis dapat sangat berbahaya. Di era persaingan global saat ini, menerapkan program perlindungan informasi yang menyeluruh sangat penting. Keamanan adalah perlindungan di mana tujuan utamanya adalah untuk melindungi diri dari musuh yang, dengan sengaja atau tidak sengaja, akan melakukan kejahatan. Misalnya, keamanan nasional adalah sistem berlapis-lapis yang melindungi rakyat, aset, dan sumber daya negara. Untuk mencapai tingkat keamanan yang tepat untuk suatu perusahaan, sistem yang beragam juga diperlukan. Organisasi yang baik memiliki banyak lapisan keamanan untuk melindungi operasi, infrastruktur fisik, individu, fungsi, komunikasi, dan informasi.
Prinsip keamanan informasi mencakup perlindungan terhadap beberapa aspek, pertama yaitu kerahasiaan data atau informasi dan memastikan bahwa hanya orang yang berwenang yang dapat melihatnya, kedua memastikan bahwa data dikirim, diterima, dan disimpan dengan aman, ketiga integritas yang menjamin bahwa data tidak dapat disalahgunakan tanpa izin pihak yang berwenang serta memastikan bahwa data hanya dapat diakses oleh orang yang berwenang.
Beberapa ancaman terhadap keamanan informasi adalah kerusakan di mana data dan informasi sistem komputer dirusak serta dihapus sehingga tidak dapat diakses saat dibutuhkan penyadapan, di mana orang yang tidak berhak menyadap informasi, dan perubahan, di mana
orang menyadap lalu lintas informasi dan mengubahnya tanpa ijin dan pembuatan, di mana orang meniru pemberi informasi sehingga orang yang menerima informasi percaya bahwa mereka telah meniru pemberi informasi. Tingkat keamanan suatu sistem diukur dengan kekuatan, fungsionalitas, dan kegunaannya. Tingkat keamanan sistem digambarkan dengan istilah segitiga keamanan, fungsionalitas, dan kegunaan. Dari segitiga ini, sistem yang aman harus memberikan perlindungan yang kuat dengan memberikan semua layanan, fitur, dan kegunaan kepada pengguna. Jika lebih dekat dengan keamanan, sistem akan menghabiskan lebih banyak sumber daya untuk keamanan, fitur, dan fungsi.
Serangan Siber Pada Keamanan Nasional
Menjaga keamanan warganya termasuk memerangi kejahatan siber yang semakin meningkat, adalah tanggung jawab utama suatu negara. Dalam perang siber, propaganda menjadi alat utama. Ini dilakukan dengan tujuan menyebabkan kerugian strategis bagi suatu negara dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan ruang siber seperti media sosial. Perang siber tidak lagi hanya dapat diklasifikasikan sebagai ancaman militer atau non
militer. Perang terjadi di kedua dunia nyata dan virtual. Dengan perkembangan zaman dan globalisasi yang mempermudah akses ke informasi, perang siber kini menjadi ancaman nyata bagi Indonesia.
Jika tidak memiliki perlindungan yang memadai, ancaman keamanan menjadi semakin nyata. Ini terbukti oleh jumlah tindakan ilegal seperti hacking, pencurian data, penjualan informasi pribadi yang sensitif, situs berbahaya, dan pengambilalihan data penting untuk disalahgunakan. Selain itu, fitnah, penistaan, pencemaran nama baik, dan serangan jaringan komputer internasional merupakan ancaman juga. Kelompok teroris bahkan dapat menggunakan serangan siber untuk menghancurkan sistem pemerintahan, menghancurkan data, dan mencuri informasi penting.
Sebagai akibat dari kebocoran data pribadi yang meluas, kasus kejahatan dan serangan siber meningkat setiap tahun. Terdapat 448 juta kasus serangan siber dari Januari hingga Mei 2021, dengan 16.233 peretasan akun di sektor pemerintahan, menurut data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Selain itu, hingga Maret 2021, polisi mencatat sekitar 3.500 laporan kejahatan siber. Tindakan provokatif, penipuan daring, pornografi, akses ilegal, perjudian, peretasan, gangguan sistem, dan penyadapan adalah contoh dari kejahatan ini. Berbagai
lembaga, baik publik maupun privat, memiliki sistem keamanan data yang lemah, seperti yang ditunjukkan oleh kurangnya peraturan yang kuat tentang perlindungan data pribadi dan seringnya kasus kebocoran data.
Sistem keamanan data yang ideal harus mencakup perangkat keras, perangkat lunak, dan sumber daya manusia yang kompeten. Selain itu, serangan siber juga dapat digunakan untuk kepentingan politik, seperti melalui penyebaran berita palsu dengan tujuan memprovokasi secara politis. Dengan ancaman perang siber yang semakin meningkat, Indonesia harus waspada terhadap penggunaan teknologi yang dapat mengancam keamanan negara. Serangan siber, seperti hacking, pencurian data, dan penyebaran malware, membutuhkan upaya perlindungan yang lebih komprehensif untuk mencegah data rahasia disalahgunakan dan untuk mencegah terorisme dan pencurian informasi penting dari sistem pemerintahan.
Dampak Kebocoran Data
Data adalah informasi yang dicatat dalam format tertentu dan dapat diproses melalui perangkat yang secara otomatis merespons instruksi yang diberikan. Data ini berisi informasi yang disimpan di dalam komputer atau media penyimpanan komputer seperti disk magnetis. Database merupakan kumpulan data yang tersimpan dalam komputer, misalnya daftar nama dan alamat klien atau rincian pegawai. Database dioperasikan dengan menggunakan program komputer yang memungkinkan akses dan pengelolaan data di dalamnya.
Data juga dapat didefinisikan sebagai hasil yang diperoleh di lapangan tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Subjek data merujuk pada individu yang masih hidup dan terkait dengan data pribadi. Data pribadi mencakup informasi perseorangan yang harus dijaga kebenaran dan kerahasiaannya. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, data pribadi adalah data yang dapat mengidentifikasi seseorang, baik secara langsung maupun tidak langsung, berdasarkan informasi yang dimiliki oleh sistem elektronik.
Kasus kebocoran data memiliki dampak signifikan terhadap keamanan siber nasional Indonesia. Salah satu dampaknya adalah kerusakan reputasi, di mana kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah dalam melindungi data pribadi menurun drastis. Hal ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap layanan pemerintah secara umum, serta menimbulkan keraguan bagi investor, baik asing maupun domestik, untuk berinvestasi di
Indonesia karena kekhawatiran terkait keamanan data. Insiden ini juga dapat merusak citra Indonesia di mata internasional dan menghambat kerja sama dalam bidang keamanan siber.
Implikasi terhadap Keamanan Siber Nasional
Kasus kebocoran data Kominfo secara umum merupakan peringatan yang serius bagi pemerintah untuk segera memperbaiki sistem keamanan siber nasional. Beberapa implikasi terhadap keamanan siber nasional adalah yaitu kebocoran data Kominfo telah merusak kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah untuk melindungi data pribadi. Hal ini mengurangi keyakinan bahwa sistem keamanan siber nasional dapat menjaga data pribadi individu dan organisasi. Ketidakpercayaan ini dapat menghambat adopsi teknologi digital dan penggunaan layanan online yang disediakan oleh sektor swasta dan pemerintah. Kebocoran data dari lembaga penting seperti Kominfo meningkatkan kemungkinan spionase siber, di mana aktor dari negara lain atau non-negara dapat menyalahgunakan informasi sensitif untuk kepentingan intelijen.
Selain itu, data penting yang bocor dapat digunakan untuk merusak infrastruktur vital seperti energi, komunikasi, dan transportasi, yang pada akhirnya dapat mengancam stabilitas negara. Peningkatan Kejahatan Siber dengan kebocoran data yang memicu peningkatan berbagai jenis kejahatan siber, seperti peretasan, penipuan online, dan phishing. Penjahat siber dapat menyerang orang, bisnis, atau lembaga pemerintah dengan menggunakan data yang bocor, yang menyebabkan kondisi keamanan siber nasional semakin memburuk. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa tindakan taktik harus diambil, seperti meningkatkan peraturan yang berkaitan dengan perlindungan data pribadi dan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaannya. Agar Indonesia siap menghadapi tantangan keamanan siber yang semakin kompleks, diperlukan peningkatan kesadaran publik, penguatan infrastruktur keamanan siber, dan perbaikan regulasi yang lebih baik.
Kesimpulan
Perlindungan data sangat penting di era digital dan elektronik, karena membantu melindungi informasi yang terkait dengan produksi, proses, dan operasi bisnis. Sistem informasi nasional sangat penting untuk menjaga keamanan, integritas, dan penggunaan data nasional tanpa akses yang tidak sah. Cyber War, atau pencurian data, menjadi perhatian yang berkembang di Indonesia karena globalisasi yang cepat dan aktivitas ilegal. Untuk mengatasi
hal ini, pemerintah harus mengintegrasikan semua langkah yang relevan untuk meningkatkan perlindungan data. Data adalah informasi yang dapat diekstraksi dari suatu formulir melalui operasi logistik, dan database adalah sistem penyimpanan data berbasis komputer.
Daftar Pustaka
Aji, M. P. (2022). Sistem keamanan siber dan kedaulatan data di Indonesia dalam perspektif ekonomi politik (pp. 223-225).
Bahtiar, N. (2022). Darurat kebocoran data: Kebuntuan regulasi pemerintah. Jurnal Unhas, 86- 91.
Institute of Research and Community Empowerment. (2024, Juli 2). Keamanan data Kominfo di ujung tanduk: Peran vital peneliti dan akademisi. LPMM Tazkia. Retrieved from https://lppm.tazkia.ac.id/berita/keamanan-data-kominfo-di-ujung-tanduk-peran-vital peneliti-dan-akademisi
Vimy, T., Wiranto, S., Rudiyanto, Widodo, P., & Suwarno, P. (2022). Ancaman serangan siber pada keamanan nasional Indonesia. Jurnal Kewarganegaraan, 2323-2324.
0 Comments