loading...

Nongski Kuy Vol. 2 “Apa Kabar Partai Buruh Indonesia?”

Nongski Kuy (Nongkrong, Ngopi, Diskusi, Kuy) merupakan salah satu program kerja kajian Divisi Research and Development HIMAHI FISIP Universitas Brawijaya yang rutin diadakan setiap bulannya. Nongski Kuy menjadi medium diskusi dan tukar opini bagi mahasiswa/i Hubungan Internasional terkait isu-isu yang sedang berkembang atau populer di dunia internasional. Sehingga melalui Nongski Kuy, diharapkan dapat menumbuhkan proses dialektika antara mahasiswa/i Hubungan Internasional.

Pada hari Sabtu tanggal 1 Mei 2021, Divisi Research and Development HIMAHI FISIP Universitas Brawijaya mengadakan kajian dengan judul ‘Apa Kabar Partai Buruh Indonesia?’ dengan pemateri pertama Bapak Safril M. alias Caping (Ketua SBSI Malang) dan pemateri kedua Bapak Arief Setiawan, S.IP., MPS (Dosen Hubungan Internasional FISIP UB).

Pemateri pertama menjelaskan mengenai sejarah dan riwayat perjuangan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). Dimana pada masa perjuangan kemerdekaan hingga Orde Lama, buruh memiliki suatu serikat dengan nama ISDV. Di masa itu aspirasi buruh datang dari mereka yang bekerja di sektor kereta api jam kerja, upah layak, keselamatan dan kesehatan kerja, serta tempat kerja yang lebih baik. ISDV bahkan berhasil masuk ke 3 besar Pemilu di masa Orde Lama namun semua itu berakhir di Orde Baru. Kemudian pada tahun 2018 tercatat bahwa 57% penduduk Indonesia yang berada dalam usia produktif merupakan buruh. 40% dari keseluruhan pemilih dalam Pemilu merupakan buruh formal. Lantas mengapa buruh tidak berserikat sebagai partai aktif dan berpotensi memenangkan pemilu? Di era ini, partai politik dikategorikan berdasarkan kelas maupun aliran. Hal ini menjadi tragis karena buruh tidak memiliki kesadaran kelas dan enggan untuk aktif mengupayakan kemenangan partai buruh. Hal yang perlu dilakukan kemudian adalah membangun kesadaran kelas lewat organisasi dan sosialisasi tentang pentingnya kesejahteraan buruh di pabrik-pabrik.

Pemateri kedua menjelaskan mengenai kabar partai buruh Indonesia. Pada era pasca kemerdekaan semua partai politik punya fraksi buruh. Namun, bergeser ke era pasca kejadian G30S 1965 hingga sekarang, sebagai dampak dari populisme agama, (partai) buruh dinilai sebagai kelompok komunis dan anti Pancasila. Di era reformasi, mahasiswa merupakan motor utama gerakan buruh. Buruh perlu sadar dan menuntut jaminan hak sipil dalam dunia kerja karena permasalahan buruh tidak semata tentang upah saja. Buruh harus lebih terlibat dalam proses politik melalui penguatan dan persatuan serikat buruh. Adapun tekanan bagi berkembangnya partai buruh di skala global adalah intervensi pasar serta berkembangnya neoliberalisme yang menyebabkan adanya persaingan secara ketat, kegagalan sebagian besar partai buruh di Eropa, dan minimnya konsolidasi global. Sementara di ranah lokal, laju neoliberalisme pasca reformasi, bonus demografi, lemahnya akar ideologi dan platform politik, serta nihilnya identitas kelas sebagai buruh merupakan hambatan bagi suksesnya partai buruh.

Setelah pemaparan dari kedua pemateri, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Keaktifan peserta kajian pada sesi tanya jawab menunjukkan antusiasme mahasiswa/i Hubungan Internasional terhadap tema kajian dan topik yang dibawakan oleh kedua pemateri yang pada akhirnya ikut mendorong proses dialektika dalam kajian ini. Nongski Kuy Vol. 2 ditutup dengan closing statement dari kedua pemateri.

“Perlu adanya kesadaran kelas di antara para buruh Indonesia. Buruh memiliki kekuatan dari segi jumlah, manfaatkanlah.” -Safril M. alias Caping

“Marsinah itu arloji sejati, melingkar di pergelangan kita.” -Arief Setiawan (Mengutip Sapardi Joko Damono)

0 Comments

Leave a comment