Menelisik Peraturan tentang AI di China: Aspek Apa Saja yang Diperhatikan China untuk Melindungi Potensi Tenaga Kerjanya?

Oleh: I Gusti Agung Luna Harum Tirta, Ni Kadek Amy Astini, Angelica Vega Augustine Universitas Udayana
Kelahiran peraturan tentang AI (Artificial Intelligence) di China memiliki keunikannya tersendiri dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia. Hal tersebut dikarenakan China adalah negara yang memiliki perekonomian kuat di dunia dengan potensi populasi dan tenaga kerjanya. Sedangkan AI sendiri sejak awal kemunculannya cukup membuat masyarakat dunia waspada karena dianggap sebagai ancaman yang dapat menggantikan jenis profesi tertentu. Melihat fenomena tersebut, sikap pemerintah China yang harus menyeimbangkan ambisinya untuk menjadikan China sebagai pusat perkembangan AI di dunia pada tahun 2030 dan tanggung jawabnya untuk menjaga keamanan perekonomian penduduk cukup menjadi sorotan dunia. Maka, menjadi penting bagi kita semua untuk bisa meneliti lebih dalam tentang aspek-aspek apa saja yang diperhatikan China untuk membuat peraturan tentang AI guna melindungi potensi tenaga kerja yang dimiliki negara ini.
Sebelum mengupas lebih dalam tentang peraturan AI di China, penting untuk benar-benar membahas latar belakang dari lahirnya peraturan ini. Pertama-tama, tentunya China memang memiliki ambisi untuk pengembangan AI, terbukti dari riset yang dilakukan oleh Stanford University yang memperlihatkan bagaimana mayoritas jurnal penelitian tentang AI (sebesar 39,78%) pada tahun 2021 berasal dari China. Selain itu, terdapat juga latar belakang keinginan China yang ingin mengejar ketertinggalannya dari Inggris dalam pengembangan kecerdasan buatan. Faktor selanjutnya adalah peraturan tentang AI dianggap dapat menyeimbangkan perkembangan industri dan mampu mengurangi dampak buruk dalam mengidentifikasi produk atau sistem secara digital (Jasmine Kachra, 2024).
Perhatian khusus yang diberikan pemerintah China terhadap pentingnya pembuatan peraturan tentang AI bukan hanya didasari oleh ambisi semata, namun juga fakta kebermanfaatan AI yang terjadi di China. Kemajuan di China setelah diberlakukannya AI ini mulai terlihat pada perkembangannya di bidang ekonomi yang meningkat dengan sangat tajam di kawasan internasional dan juga mulai meningkatnya standar hidup dari masyarakat di China. Adapun meningkatnya penggunaan AI di China yang bisa mengubah standar hidup masyarakatnya
menjadi lebih baik bisa digantikan dengan AI yang bisa membuat segala pekerjaan menjadi lebih mudah (Faridah, S.H., 2017).
Kemajuan-kemajuan signifikan tersebut tidak lantas membuat pemerintah China lengah dalam membuat peraturan. Adapun tiga indikator utama yang menjadi perhatian pemerintah China dalam membuat peraturan tentang AI adalah sebagai berikut:
1. Peralihan Pekerjaan
Adanya peraturan AI ini dapat berpotensi menggantikan hingga 47% pekerjaan di China, terutama pada sektor yang sifatnya berulang dan juga dilakukan dengan rutin. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya pengangguran massal dan perubahan struktur di lapangan pekerjaan yang dimana keterampilan baru seringkali diperlukan untuk beradaptasi dengan teknologi baru. Guna Menyikapi hal tersebut, pemerintah China memiliki langkah intensif tertentu dengan memfokuskan kepada peningkatan tenaga kerja dibidang keterampilan melalui program pelatihan dan pendidikan, memunculkan adanya rancangan untuk mempersiapkan pekerja untuk menghadapi perubahan industri. Perhatian khusus yang diberikan untuk program pelatihan ini juga terlihat dari besarnya dana investasi yang diberikan oleh pemerintah China.
2. Isu Hak Cipta (copyright)
Dalam penggunaan AI dalam menciptakan konten-konten yang menarik seringkali dapat menimbulkan adanya isu hak cipta atau kita sering sebut dengan kata “copyright”, karena sulitnya menentukan pemilik dari karya yang dihasilkan oleh AI. Hal ini dapat menciptakan ketidakpastian hukum bagi pencipta dan juga pengguna. China terlihat memiliki sikap yang tegas dalam penanganan kasus copyright atau hak cipta di negaranya. Hal tersebut terlihat dari salah satu kasus dikutip dari laman resmi miliki Forbes tentang kasus copyright gambar Ultraman milik Tsuburaya Production. Gambar Ultraman yang dihasilkan oleh AI generatif milik salah satu perusahaan China tersebut terbukti dinilai terlalu mirip dengan versi aslinya. Maka, pengadilan internet Ghuangzhou menjatuhkan hukuman denda sebesar $1. 289 untuk perusahaan tersebut. Cara pengendalian internet Ghuangzhou untuk mendeteksi pelanggaran ini adalah dengan meneliti bagaimana produk AI tersebut menerima berbagai kata kunci secara serta merta yang dapat mengarahkan sistem untuk membuat gambar yang terlalu mirip dengan versi aslinya. Oleh karena hal tersebut juga, pemerintah China menyarankan bagi perusahaan itu untuk menyaring lagi kata kunci yang digunakan untuk membuat gambar sehingga tidak terlalu mirip dengan versi pemilik aslinya.
3. Privacy Data
Pengumpulan dan juga penggunaan data pribadi oleh sistem AI seringkali menimbulkan adanya kekhawatiran mengenai privasi pengguna. China sudah lama terkenal sebagai negara yang cukup strict dengan masalah perlindungan data masyarakatnya. Guna menyikapi hal tersebut, pemerintah China memberikan syarat utama khususnya untuk perusahaan AI generatif. Syarat tersebut adalah mereka harus melakukan tinjauan keamanan dan mendaftarkan algoritma mereka ke pemerintah sebelum beroperasi di China. Hal ini diberlakukan utamanya bagi perusahaan perusahaan yang berpotensi melahirkan layanan yang bisa mempengaruhi atau memobilisasi publik. Menurut beberapa sumber, Pemerintah China bahkan tidak segan segan untuk memblokir perusahaan AI yang tidak memenuhi persyaratan tersebut.
Sebagai kesimpulan, langkah pemerintah China dengan memperhatikan aspek peralihan pekerjaan, isu hak cipta, dan privacy data dalam membuat peraturan tentang AI sudah cukup komprehensif terbukti dari penegakannya di lapangan. Meskipun penerapan AI yang sangat masif di China saat ini dinilai masih bisa menggoyahkan hukum atau peraturan yang ada di negara tersebut, fokus pemerintah China yang cukup konsisten di ketiga aspek tersebut bisa jadi justru menguatkan cita-cita China untuk menjadi negara pusat pengembangan atau inovasi AI di dunia.
Daftar Pustaka:
Adi Ahdiat. (2023, December 5). Tiongkok Jadi Negara Terdepan dalam Riset AI, Lampaui AS dan Eropa. Katadata.co.id; Databoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/05/12/tiongkok-jadi-negara terdepan-dalam-riset-ai-lampaui-as-dan-eropa
Bagaimana mempertahankan pekerjaan Anda di era kecerdasan buatan? (n.d.). BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/vert-cap-47112693
Eriana, E. S., & Zein, A. (2023). Artificial Intelligence (AI). In repository.penerbiteureka.com. Eureka Media Aksara. https://repository.penerbiteureka.com/id/publications/567027/artificial intelligence-ai
Faridah, S. (2017). Artificial Intelligence: Kemunculan China sebagai Pemimpin Global Artificial Intelligence | HeyLaw. Heylaw.id. https://heylaw.id/blog/artificial intelligence-kemunculan-china-sebagai-pemimpin-global-artificial-intelligence
Hak Cipta. (2024). Dgip.go.id. https://dgip.go.id/menu-utama/hak cipta/pengenalan#:~:text=Definisi%20Hak%20Cipta Jenis pekerjaan yang tidak akan diambil alih AI dalam waktu dekat. (2023, May 29). BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cgr1522e65qo
Kachra , J. (2024). Making Sense of China’s AI Regulations. Www.holisticai.com. https://www.holisticai.com/blog/china-ai-regulation
0 Comments