loading...

Lingkungan Merupakan Tanggung Jawab Kita Bersama

Oleh Reiner

Binus University


Pembuka

Lingkungan, merupakan tempat kita hidup dan berpijak. Di dalam lingkungan, manusia bersama-sama menumbuhkan inovasi demi mempertahankan hingga meningkatkan kualitas hidupnya melalui lingkungan. Namun apakah kita sudah memiliki 1 tujuan yang sama untuk mencapai itu? Atau justru terdapat tujuan-tujuan lain yang menjauhkan kita terhadap tujuan utama, yaitu kelangsungan lingkungan hidup? Tentu jawaban untuk pertanyaan ini sangatlah beragam, karena kita pasti memiliki kepentingan yang berbeda. Berkaca pada perjalanan lingkungan hidup atau lingkungan sekitar kita, isu-isu seputar lingkungan ini tidak jarang disuarakan untuk dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Mulai dari seruan “jangan buah sampah sembarangan!”, proyeksi zero emission tahun 2050 oleh Indonesia, hingga kita juga memiliki hari bumi (Earth Day) yang jatuh setiap tanggal 22 April. Lantas apa yang masih menjadi tantangan kita untuk mencapai tujuan utama bersama?


Isi

Ternyata diri kita sendiri. Kita manusia yang berbekal akal budi, mampu berpikir ke depan. Sehingga kita juga mampu berinovasi. Namun ternyata kitalah yang menjadi penyumbang terbesar emisi yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Terlepas apakah kita benar-benar tidak melakukan hal tersebut, kita tetap memiliki tanggung jawab untuk saling mengingatkan satu sama lain. Sudah cukup kita berbicara antar individu, ternyata negara penyumbang emisi di dunia adalah negara maju. Di antaranya Amerika Serikat, Rusia, dan China yang menghasilkan emisi khususnya karbon dioksida (CO2) sebesar 40 persen (Sorongan, 2021). Bagaimana dengan negara lain? Tentu juga terlibat menyumbang emisi hingga dipersentasekan menjadi 100 persen. Kenapa kita yang berakal budi menyumbang emisi pada lingkungan tempat tinggal kita sendiri? Karena setiap aktivitas yang kita lakukan memanfaatkan bahan bakar minyak dan gas (Migas), yang mana hal ini memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA), seperti minyak bumi dan batubara. Contohnya adalah di Indonesia sendiri, penggunaan listrik memanfaatkan bahan bakar batubara untuk kebutuhan listrik kita (Riset-Pro, 2021). Serta menurut data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) saat ini luas lahan yang diguakan Indonesia dalam menambang komoditas batubara mencapai 5,9 juta hektar, dimana hampir 2 juta hektarnya berada pada tutupan lahan hutan. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta orang. Indonesia sendiri menyumbang 2 persen emisi dunia yaitu sebesar 349 juta ton CO2 (Pusparisa, 2021). Jadi, jika kita masih bergantung pada bahan yang menyebabkan emisi setelah pemakaiannya, apa yang bisa kita lakukan dalam jangka panjang?

Inovasi. Tidak jarang inovasi ini dan akal budi dikaitkan satu sama lain. Kita telah berinovasi untuk memanfaatkan energi listrik dalam rangka zero emission yang diproyeksikan berbagai negara di dunia, guna menuju peningkatan kualitas lingkungan hidup. Sehingga inovasi telah dipraktikkan walaupun belum secara menyeluruh. Meskipun demikian, ternyata penggunaan bahan listrik pun memiliki dampaknya tersendiri. Seperti pada paragraf sebelumnya dimana pemanfaatannya masih melibatkan bahan bakar yang menghasilkan emisi. Sehingga perlu adanya ketegasan dalam menindaklanjuti inovasi yang bertujuan untuk menjaga lingkungan kita. Karena jika tidak, hasilnya akan sama saja, dengan dieksploitasinya bahan bakar listrik yang bersumber dari batubara sebagai salah satu komoditas yang murah jika dibandingkan dengan bahan baku fosil lainnya, sehingga pemakaiannya akan bergerak searah, sama-sama semakin meningkat antara emisi yang dihasilkan dari batubara dengan pemakaian bahan bakar listrik. Sehingga hal ini akan menjadi bumerang bagi proyeksi zero emission. Namun paling tidak ini akan menjadi titik acuan untuk inovasi berikutnya, yang bisa lebih potensial untuk mewujudnyatakan proyeksi zero emission.

Bahan bakar hidrogen penyelamat lingkungan. Bahan bakar hidrogen menjadi inovasi berikutnya setelah listrik. Hal-hal yang menjadikan bahan bakar hidrogen akan menjadi energi baru terbarukan (EBT) yang lebih mutakhir, yaitu proses pembuatannya yang ramah lingkungan dan hasil buangannya yang berupa uap air (H2O). Sehingga dari proses pembuatannya hingga pembuangannya menjadikan bahan bakar hidrogen menjadi ramah lingkungan. Namun sayangnya, bahan bakar hidrogen ini masih dijadikan bahan bakar alternatif. Mengapa demikian? Karena pemerintah khususnya di Indonesia masih menjadikan batubara sebagai yang nomor 1. Sehingga energi baru terbarukan ini dipakai sebagai bahan alternatif saja, dengan mengimbangi kebutuhan pokok dari bahan bakar fosil yang sering digunakan (Dewi, 2011, hlm. 1-3).

Sudah waktunya penetrasi semakin digencarkan oleh pemerintah dalam keseriusan pemerintah khususnya di Indonesia, untuk menjadikan energi baru terbarukan sebagai bahan bakar utama. Indonesia tentu memiliki potensi di sini. Dengan kekayaan alam yang begitu beragam, Indonesia dinyatakan mampu menjadi basis energi hidro, surya, dan biogas.

  1. Pulau Sumatera

No.

Jenis Potensi

Potensi (MW)

Terpasang (MW)

1.

Potensi Bioenergi

15.588

1.435

2.

Potensi Air

16.382

1.237

3.

Potensi Angin

1.716

-

4.

Potensi Geothermal

12.837

122

  1. Pulau Jawa-Bali-NTT

No.

Jenis Potensi

Potensi (MW)

Terpasang (MW)

1.

Potensi Bioenergi

9.851

159

2.

Potensi Air

17.204

2.220

3.

Potensi Angin

43.278

50

4.

Potensi Geothermal

11.629

1.205

  1. Pulau Kalimantan

No.

Jenis Potensi

Potensi (MW)

Terpasang (MW)

1.

Potensi Bioenergi

5.062

91

2.

Potensi Air

6.277

309

3.

Potensi Angin

145

-


  1. Pulau Sulawesi

No.

Jenis Potensi

Potensi (MW)

Terpasang (MW)

1.

Potensi Bioenergi

1.937

22

2.

Potensi Air

14.718

470

3.

Potensi Angin

9.261

-

4.

Potensi Geothermal

3.153

80


  1. Pulau Papua-Maluku

No.

Jenis Potensi

Potensi (MW)

Terpasang (MW)

1.

Potensi Bioenergi

215

4

2.

Potensi Air

21.090

25

3.

Potensi Angin

7.718

-

4.

Potensi Geothermal

1.146

-


Jika dilihat dari data gambar dan tabel diatas, pemerintah Indonesia belum memaksimalkan potensi energi terbarukan yang ada di Indonesia. Sebagai contohnya di Pulau Sulawesi dimana tercatat pulau ini memiliki potensi bioenergi sebesar 1.937 megawatt, namun hanya terpasang sebesar 22 megawatt, serta pulau ini terbilang memiliki potensi energi tenaga angin yang besar sebesar 9.261 megawatt namun pemerintah belum memanfaatkan energi tersebut. Dan dapat kita amati sama-sama bahwa pemerintah Indonesia mengkonsentrasikan pemanfaatan energi terbarukan pada wilayah bagian barat Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Bali, dan NTT. Sedangkan pada wilayah bagian Timur, pemerintah Indonesia belum banyak mengoptimalkan potensi energi terbarukan diwilayah tersebut. Namun tentunya pembangunan infrastruktur terhadap energi terbarukan akan memakan biaya yang besar, dan hal ini berdampak pada harga yang lebih mahal juga jika dibandingkan dengan listrik yang dihasilkan dari komoditas batubara. 

Dalam hal ini pemerintah dapat melakukan penetrasi berupa dukungan penuh terhadap perusahaan-perusahaan energi, dalam pengadaan proyek energi baru terbarukan (EBT), dengan memberikan keringanan pajak sampai 100 persen berupa pengurangan pajak penghasilan untuk berinvestasi minimal Rp500 miliar selama lima tahun sampai 20 tahun ke depan. Tidak hanya sampai di situ Pemerintah Indonesia juga menargetkan ekonomi hijau (green economy), dengan target pada tahun 2025 nanti, energi fosil sudah dibaurkan penggunaannya bersama dengan energi hijau atau EBT sudah sebesar 23 persen (Hidranto, 2021). Sehingga kita sebagai masyarakat perlu mendukung target ini demi kebaikan bersama dan lingkungan hidup bersama. Karena kalau bukan kita, siapa lagi.


Kesimpulan

Mengetahui bahwa bumi ini sudah lama sekali terbentuk dan menjadi tempat hunian kita, sudah sepantasnya kita sebagai penghuninya yang berakal budi, menjaga dan melestarikan eksistensinya. Dibutuhkan kolektivitas tinggi dan kesadaran penuh, supaya kita tidak bertindak pragmatis, yang justru berpotensi merugikan sekitar meskipun menguntungkan pribadi. Sehingga bumi kita, lingkungan kita, sudah sepatutnya kita lindungi dengan inovasi yang lahir dari akal budi kita, demi kepentingan bersama. Tentunya dengan dukungan sikap bijaksana, kita akan mampu menemukan solusi dari setiap masalah lingkungan yang sedang atau akan kita hadapi. 









Referensi

The Conversation. (2019). Bukannya selamatkan lingkungan, mobil listrik bisa perparah polusi jika tak didukung energi yang bersih. The Conversation. Retrieved March 5, 2022, from https://theconversation.com/bukannya-selamatkan-lingkungan-mobil-listrik-bisa-perparah-polusi-jika-tak-didukung-energi-yang-bersih-121050 

Christanto, Fanny T. J. Krisis Iklim: Kebijakan Penghentian Ekspor Batubara & Ketergantungan Terhadap Energi Fosil. WALHI.

Dewi, E. L. (2011). Potensi Hidrogen sebagai Bahan Bakar untuk Kelistrikan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”, 1-6. http://repository.upnyk.ac.id/82/1/Potensi_Hidrogen_sebagai_Bahan_Bakar_untuk_Kelistrikan_Nasional.pdf 

Hidranto, F. (2021). Indonesia.go.id - Pengembangan Energi Baru Terbarukan Terus Digenjot. Portal Informasi Indonesia. Retrieved March 8, 2022, from https://www.indonesia.go.id/kategori/editorial/3491/pengembangan-energi-baru-terbarukan-terus-digenjot 

Pusparisa, Y. (2021). 10 Negara Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar | Databoks. Databoks. Retrieved March 5, 2022, from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/16/10-negara-penyumbang-emisi-gas-rumah-kaca-terbesar 

Riset-Pro. (2021). Dampak Negatif Kendaraan Listrik Terhadap Lingkungan – RISET-Pro BRIN. RISET-Pro BRIN. Retrieved March 5, 2022, from https://risetpro.brin.go.id/web/2021/10/07/dampak-negatif-kendaraan-listrik-terhadap-lingkungan/ 

Sorongan, T. P. (2021). Ini Daftar Negara Penyumbang Terbesar Polusi Dunia, RI Masuk? CNBC Indonesia. Retrieved March 5, 2022, from https://www.cnbcindonesia.com/news/20211018203405-4-284826/ini-daftar-negara-penyumbang-terbesar-polusi-dunia-ri-masuk 


0 Comments

Leave a comment