Kita Perlu Berbicara tentang Asian hate !

Sejak pandemi COVID-19 dimulai,
ribuan orang Asia di Negeri Paman Sam telah menjadi sasaran pelecehan. Pusat
pelaporan kebencian AAPI menemukan bullying, penyerangan, dan pelecehan verbal menjadi lebih
normal di seluruh AS. Sekarang ada banyak kejadian yang menjengkelkan yang
menunjukan serangan yang ditargetkan ini. Beberapa di antaranya mungkin baru saja kita
lihat dibagikan di media sosial, tetapi yang sangat mengganggu saya tentang
masalah ini adalah mengapa begitu banyak dari kita tidak membicarakan hal ini
sebelumnya? tidak hanya online, tetapi juga di ruang kelas kita atau bahkan
dengan kelompok-kelompok marjinal lainnya. Mengapa begitu ? Ketika kita perlu berbicara tentang
kebencian anti-Asia, itu sering kali terasa seperti kita sedang berbicara
tentang itu untuk pertama kalinya. Oleh karena itu, kita perlu berbicara soal
ini sekarang !
Kenapa ada Asian Hate ?
Kebencian dan anti-Asia bukanlah hal
baru, seperti yang kita saksikan sepanjang tahun 2020 hingga
kini. Secara historis, rasisme anti-Asia paling sering terjadi selama masa
kemerosotan ekonomi, perang, hingga penyakit.
Penyakit atau wabah telah digunakan
untuk merasionalisasi rasisme dan xenophobia terhadap orang Asia-Amerika di
masa lalu. Rasisme dan xenophobia seperti itu sering kali disebabkan oleh
pertemuan faktor dan beberapa di antaranya tidak memiliki hubungan
dengan wabah atau penyakit itu sendiri.
Warga keturunan Asia telah lama
tinggal di Negeri Paman Sam selama 160 tahun yang lalu. Sejak itu pula, warga
keturunan Asia sering menjadi sasaran kefanatikan. Perlu diketahui, dulunya di
Amerika Serikat orang Asia-Amerika telah lama dianggap sebagai ancaman. Mereka
disebut sebagai "bahaya kuning": najis dan tidak layak untuk
berkewarganegaraan di Amerika Serikat.
Pada akhir abad ke-19, kaum pribumi
kulit putih menyebarkan propaganda xenofobia tentang kenajisan orang Tionghoa
di San Francisco. Ini memicu adanya pengesahan Undang-Undang Pengecualian China
yang terkenal sebagai undang-undang pertama di Amerika Serikat yang melarang
imigrasi hanya berdasarkan ras. Awalnya, tindakan tersebut menempatkan
moratorium 10 tahun untuk semua migrasi China.
Pada tahun 1854, di masa civil
war, Mahkamah Agung California memutuskan bahwa keturunan Asia tidak dapat
bersaksi melawan orang kulit putih di pengadilan. Dalam hal ini, keputusan
tersebut sedikit banyak telah dijadikan jaminan terhadap orang berkulit putih sehingga bisa dengan mudah lolos
dari hukuman atas kekerasan terhadap orang Asia yang dilatarbelakangi oleh rasa
kebencian dan tindakan rasial
Pada awal abad ke-20, pejabat
Amerika di Filipina yang saat itu merupakan koloni resmi AS, merendahkan orang
Filipina karena tubuh mereka yang dianggap najis dan tidak beradab. Petugas
kolonial dan dokter mengidentifikasi dua masalah: pemberontak Filipina melawan
pemerintahan Amerika dan "penyakit tropis" yang membusuk di tubuh
penduduk asli. Dengan menyebabkan pada kekacauan politik dan medis Filipina,
para pejabat ini membenarkan berlanjutnya pemerintahan kolonial AS di kepulauan
tersebut.
Di abad ke-21, bahkan kota-kota
paling "multikultural" di Amerika Utara, seperti di Toronto, Kanada
adalah sarang rasisme yang ganas. Selama wabah SARS 2003, Toronto menyaksikan
kebangkitan rasisme anti-Asia, seperti yang terjadi saat ini.
Sebenarnya ada banyak sejarah
singkat dari beberapa insiden serangan rasisme yang paling terkenal. Namun, sering diabaikan oleh orang
Asia-Amerika sehingga pandemi saat ini kembali memicu kekerasan. Ketika pertama
kali dikabarkan COVID-19 di Wuhan, Tiongkok. China menjadi negara yang
disalahkan atas pandemi itu. Banyak orang Asia diserang tanpa sebab. Salah satu
contoh kasus terparah adalah yang dialami oleh kakek berusia 84 tahun asal
Thailand yang tinggal di Fransisco, kakek itu didorong oleh seorang pelaku yang
masih berumur 19 tahun hingga terjatuh ke tanah saat melakukan jalan pagi di
Fransisco. Kemudian dua hari setelah serangan itu, kakek tersebut meninggal.
Kasus rasisme
anti-Asia sudah menjadi isu yang tidak asing dan sudah terjadi selama berabad-
abad. Sentimen anti-Asia bukanlah hal baru, dan rasisme akan terus berkembang
pesat di masa depan, tetapi kita sekarang
memiliki kesempatan hari ini untuk mengenali bagaimana mitologi kelembagaan
terus memisahkan kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Sekarang waktunya untuk
memutus siklus sehingga diperlukan perjuangan bersama daripada
berjuang sendiri-sendiri.
Salah satu trik
terbesar rasisme adalah betapa terisolasinya perasaan kita. Jadi, meskipun ada
perbedaan yang jelas dalam sifat rasisme yang kita temui, ini adalah perjuangan
bersama. Dan itu adalah sesuatu yang kita semua harus investasikan untuk
mendapatkan tempat yang lebih baik.
Sejarah dikaitkan
secara salah dengan penyakit. Menyalahkan kelompok imigran selama terjadi
kelangkaan ekonomi. Mitos minoritas model yang menyebar dan merusak serta fakta bahwa banyak
yang terus-menerus harus mempertahankan hak milik mereka.
Perubahan yang lebih
besar sedang terjadi saat ini, ketika anda melihat
orang-orang yang menyuarakan Black Lives Matter, anda akan melihat
keragaman yang sangat besar dalam kerumunan itu. Mereka memiliki pemikiran yang
sama bahwa "Oh ! mari kita
kesampingkan perbedaan kita dan bekerja sama".
Kita mungkin dapat menemukan cara untuk melindungi diri kita sendiri sambil mendukung komunitas rentan lainnya karena kebenaran yang sulit adalah bahwa negara telah membangun sistem untuk menahan begitu banyak hak-hak dari kita. Satu-satunya hal yang akan bisa mengubahnya adalah jika kita membicarakannya.
Oleh : Universitas Islam Indonesia
0 Comments