loading...

Kepentingan Indonesia dalam Kerjasama Pembangunan Infrastruktur dengan China melalui Kerangka Belt and Road Initiative dalam Upaya Mewujudkan Pemerataan Ekonomi di Indonesia

Oleh: Elisa Wahyu Dirgantari , Universitas Mataram

Pendahuluan 

Pertumbuhan industri dan perkembangan ekonomi yang pesat mengharuskan Indonesia,  sebagai negara berkembang, memiliki strategi untuk bersaing dalam perekonomian global.  Indonesia telah menjalin kerjasama luar negeri, termasuk hubungan bilateral dengan China melalui program Belt and Road Initiative (BRI), yang bertujuan memperkuat perekonomian  dan pemerataan ekonomi di seluruh wilayah. Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo,  Indonesia berkomitmen untuk menjadi Poros Maritim Dunia, yang memerlukan investasi untuk  infrastruktur, seperti pembangunan tol, pelabuhan, dan kereta api (Rantasori, 2021). 

Kerjasama Indonesia dan China dalam bidang ekonomi telah terjalin di sektor  perdagangan, pariwisata, investasi, infrastruktur, dan teknologi (Putri & Maarif, 2019). Hal Ini  terlihat dari ekspor-impor kedua negara, mencakup produk elektronik, tekstil, pertanian,  minyak sawit, dan batu bara. Kerjasama di sektor pariwisata menjadikan kedua negara tujuan  wisata populer. Indonesia juga berinvestasi di sektor pertambangan, perkebunan, dan  manufaktur di China, sementara China aktif dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia  melalui Belt and Road Initiative (BRI).  

Dalam beberapa tahun terakhir, kerjasama Indonesia dengan China dalam Belt and Road  Initiative (BRI) sering menjadi topik pembicaraan. BRI, yang disahkan oleh Presiden Xi  Jinping pada 2013, bertujuan membangun infrastruktur yang menghubungkan Asia dengan  Eropa dan Afrika serta memperkuat kerjasama ekonomi antarnegara. Mengingat Indonesia  membutuhkan investasi untuk pembangunan infrastruktur, menjalin kerjasama ini adalah  keputusan yang tepat. Sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia memiliki kebutuhan besar 

untuk membangun infrastruktur guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan konektivitas  antarwilayah. Dalam hal ini, BRI menawarkan bantuan investasi dan teknologi dari China,  yang juga didukung oleh pembentukan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), di mana  152 negara telah bergabung (Natalia, 2023). 

Namun, kerjasama ini juga menghadapi sejumlah tantangan, seperti masalah lingkungan  yang muncul dari proyek infrastruktur, masalah tenaga kerja, serta ancaman bagi produk lokal  yang harus bersaing dengan produk asing. Oleh karena itu, diperlukan komitmen pemerintah  untuk memastikan manfaat kerjasama ini dirasakan oleh seluruh masyarakat dan mengatasi  tantangan yang mungkin muncul. Dalam tulisan ini, penulis akan mengkaji lebih dalam  kerjasama pembangunan infrastruktur antara Indonesia dan China dalam Belt and Road  Initiative (BRI) dalam upaya pemerataan ekonomi di Indonesia.  

Neoliberalisme 

Neoliberalisme merupakan teori besar dalam studi Hubungan Internasional yang  berfokus pada kerjasama internasional dalam tatanan dunia yang anarki. Kerjasama ini terjadi  berkat pemikiran rasional setiap aktor negara maupun non-negara untuk memenuhi  kepentingan nasional. Steven Lamy (2001) mengemukakan empat asumsi dasar  neoliberalisme: Pertama, negara adalah aktor rasional yang berusaha maksimal memenuhi  kepentingan nasionalnya. Kedua, perilaku rasional tersebut mendorong negara untuk meraih  keuntungan melalui kesepakatan kerjasama. Ketiga, hambatan terbesar dalam kerjasama  adalah kecurangan dan ketidakpatuhan, sehingga diperlukan institusi internasional untuk  mengatasi masalah ini. Keempat, negara akan memberikan loyalitas dan sumber daya kepada  institusi yang sejalan dengan kepentingan nasionalnya, yang dapat membantu mengamankan  kepentingan tersebut di level internasional. 

Menurut Koehane, kerjasama internasional terwujud jika negara-negara memiliki tujuan  bersama untuk memenuhi kepentingan nasional (Dugis, 2016). Ini menciptakan kondisi saling  ketergantungan dan mendorong hubungan berkelanjutan antarnegara. Dalam situasi ini, negara  berupaya maksimal untuk meraih keuntungan jangka panjang. Dengan demikian, kerjasama  internasional muncul dari interdependensi antarnegara. 

Berdasarkan penjelasan di atas, teori neoliberalisme relevan untuk tulisan ini, dengan  konsep kerjasama dan kepentingan nasional sebagai asumsi neoliberal yang menggambarkan  kepentingan Indonesia dalam kerjas ama pembangunan infrastruktur dengan China melalui  program Belt and Road Initiative (BRI) untuk pemerataan ekonomi di Indonesia.

Hubungan Kerjasama Bilateral Indonesia dengan China  

Hubungan kerjasama Indonesia dan China ini sudah terjalin sejak awal kemerdekaan  Indonesia dibawah masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Dimulai pada Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tahun 1953 yang dimana hubungan ini menjalin kerjasama di bidang  perdagangan. Namun hubungan diplomatik antara Indonesia dengan China ini memiliki  dinamika yang fluktuatif (Saputra, 2023), dengan sikap Indonesia terhadap China yang berbeda  di setiap masa kepemimpinan. Pada masa Orde Lama di bawah Presiden Soekarno, hubungan  bilateral sangat baik, ditandai dengan perjanjian persahabatan tahun 1961. Namun, hubungan  memburuk pada Orde Baru di bawah Presiden Soeharto setelah tragedi G30S/PKI pada 1967,  yang mengakibatkan pemutusan hubungan bilateral. Normalisasi hubungan dimulai pada 1990,  ketika Indonesia membutuhkan kerjasama ekonomi akibat krisis (Utami, 2015). 

Kemudian pada masa Reformasi hingga masa-masa berikutnya, Indonesia dibawah  kepemimpinan Presiden B.J Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Susilo  Bambang Yudhoyono, hingga Joko Widodo menunjukkan peningkatan hubungan diplomatik  yang baik antara Indonesia dengan China, baik itu yang bersifat bilateral maupun multilateral  (Utami, 2015). Melihat dinamika hubungan antara Indonesia dan China yang pernah  memburuk pada era Orde Baru, namun kedua negara mampu menjalin kerjasama kembali  hingga saat ini. Hal ini dapat dilihat dengan keikutsertaan Indonesia dalam proyek ambisius  China pada Belt and Road Initiative (BRI).  

Keikutsertaan Indonesia dalam proyek Belt and Road Initiative (BRI) ini berdasarkan  dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup kebutuhan  Indonesia membangun infrastruktur untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia, yang dapat  didukung oleh investasi dari Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Adapun faktor  eksternal Indonesia menjalin kerjasama ini karena China melalui kebijakan BRI, yang  membuka jalur perdagangan Asia-Eropa, serta status China sebagai ekonomi terbesar kedua di  dunia setelah Amerika Serikat. 

Program Belt and Road Initiative (BRI) 

Program Belt and Road Initiative (BRI) adalah kebijakan ekonomi ambisius China yang  diperkenalkan oleh Presiden Xi Jinping pada tahun 2013, sebelumnya dikenal sebagai One  Road One Belt (OBOR) yang dimana terdiri dari dua komponen utama, yaitu the Silk Road  Economic atau jalur ekonomi jalur sutera dan 21st Century Maritime Silk Road atau jalur sutera  maritim abad 21 (Cai Fang & Nolan, 2019). Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan  konektivitas antarregional melalui kerjasama perdagangan dan pembangunan infrastruktur 

yang menghubungkan Eropa, Asia, dan Afrika. Dua jalur yang diusulkan adalah jalur darat  yang menghubungkan China dengan Eropa melalui Asia Tengah dan jalur laut yang  menghubungkan pesisir China dengan Asia Tenggara dan Afrika (Anam & Ristiyani, 2018). 

Kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) dari China ini telah menarik perhatian dunia  karena menawarkan bantuan pembangunan global melalui infrastruktur dan investasi multilateral. China juga membentuk Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang kini  melibatkan 152 negara (Natalia, 2023). Penelitian oleh World Bank (2019) memperkirakan  bahwa negara peserta BRI akan meraih pendapatan riil sebesar 1,2%-3,4%, meningkatkan  perdagangan 2,7%-9,7%, dan mengangkat 7,6 juta orang dari kemiskinan (Xinhua, 2023). 

Asia Tenggara, khususnya Indonesia, menjadi wilayah yang sangat potensial dalam  kerjasama Belt and Road Initiative (BRI), berkat lokasi geografis strategisnya di antara  Samudera Hindia dan Pasifik serta antara dua benua besar. Indonesia memiliki permintaan  pasar tinggi, yang menguntungkan bagi China karena demografi penduduk yang besar  (Soviyaningsih, 2019). Kebijakan BRI strategis bagi negara anggota dalam perdagangan,  investasi, dan infrastruktur, terutama Indonesia. Upaya pemerataan ekonomi dan mewujudkan  Poros Maritim Dunia memerlukan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, dan  kereta api. Gagasan Poros Maritim Dunia, diusulkan Presiden Joko Widodo pada tahun 2013  di KTT Asia Timur, didasarkan pada lima pilar Nawa Cita, yaitu pengelolaan sumber daya laut,  pembangunan infrastruktur maritim, diplomasi maritim, dan penguatan pertahanan maritim di  Indonesia. 

Implementasi dan Tantangan Kerjasama Ekonomi Indonesia-China dalam Program Belt  and Road Initiative (BRI) 

Dalam kerjasama Belt and Road Initiative (BRI) antara Indonesia dan China, terdapat  beberapa proyek pembangunan, termasuk Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan  (Cisumdawu) di Jawa Barat, Jalan Tol Manado-Bitung di Sulawesi, dan pengembangan  Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara (Iskandar Yahya Arulampalam Kunaraj P.Chelvanathan,  2023).  

Jalan Tol Cisumdawu sepanjang 61,71 km bertujuan untuk mempermudah distribusi  barang antara kota besar dan kecil di sekitarnya, menghubungkan kota Bandung dengan kota kota kecil (Kementerian Koordiator Bidang Perekonomian Repulik Indonesia, 2022).  Demikian juga, Jalan Tol Manado-Bitung sepanjang 39,8 km diharapkan memperlancar  pengiriman barang dan akses ke Destinasi Wisata Super Prioritas Manado-Bitung-Likupang  serta mendukung Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung (Badan Pengatur Jalan Tol 

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2022). Pelabuhan Bitung, yang  merupakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), memiliki nilai strategis dari sudut pandang geo ekonomi dan berfungsi sebagai pelabuhan internasional yang menghubungkan Indonesia  dengan negara-negara Indo-Pasifik (Iskandar Yahya Arulampalam Kunaraj P.Chelvanathan,  2023).  

Kerjasama antara Indonesia dengan China dalam Belt and Road Initiative (BRI)  bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memenuhi kepentingan kedua negara.  Namun, tantangan muncul dari keterbatasan Indonesia dalam menentukan skema proyek,  karena pinjaman dari China (Putri & Maarif, 2019). Proyek BRI sering kali memperkerjakan  tenaga kerja asing dari China, mengabaikan tenaga kerja lokal, sehingga tidak menguntungkan  masyarakat sekitar (Putri & Maarif, 2019). Selain itu, produk-produk China yang masuk  dengan harga lebih murah menimbulkan kekhawatiran bagi produk lokal yang kesulitan  bersaing (Yudilla, 2019). Oleh karena itu, Indonesia perlu memperhatikan tantangan ini agar  kerjasama BRI tidak merugikan dan menciptakan ketergantungan sepihak. 

Kesimpulan 

Proyek-proyek kerjasama dalam program Belt and Road Initiative (BRI) terhadap  pembangunan infrastruktur ini diharapkan mempermudah Indonesia dalam mendistribusikan  produk perdagangan, baik dalam skala nasional, regional, hingga global untuk pemerataan serta  pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini bisa dilihat melalui pembangunan jalan tol yang  melintasi wilayah Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) di Jawa Barat, pembangunan  jalan tol yang melintasi wilayah Manado-Bitung di Sulawesi, dan pengembangan Pelabuhan  Bitung di Sulawesi Utara. 

Namun pada implementasinya, terdapat tantangan yang dihadapi oleh Indonesia karena  kurangnya keterlibatan Indonesia di setiap proyek pembangunan infrastruktur dalam kerjasama  Belt and Road Initiative (BRI) karena adanya kontrak yang telah disetujui oleh Indonesia  sebagai syarat peminjaman dana dari China. Selain itu, proyek-proyek ini justru tidak  menguntungkan masyarakat sekitar proyek tersebut karena tidak membuka lowongan kerja  bagi mereka. Adanya kerjasama ini, memudahkan produk-produk China masuk ke Indonesia  dengan harga jual yang lebih murah. Hal tersebut mengakibatkan kekhawatiran produk-produk  lokal jika tidak mampu bersaing harga dengan produk-produk Cina tersebut. 

Referensi

Anam, S., & Ristiyani, R. (2018). Kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) Tiongkok pada  Masa Pemerintahan Xi Jinping. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 14(2), 217–236.  https://doi.org/10.26593/jihi.v14i2.2842.217-236 

Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2022,  Februari). Diresmikan Presiden Jokowi, Jalan Tol Manado-Bitung Operasional  Seluruhnya untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara. Retrieved Juni 2024,  from Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat:  https://bpjt.pu.go.id/berita/diresmikan-presiden-jokowi-jalan-tol-manado-bitung 

operasional-seluruhnya-untuk-dorong-pertumbuhan-ekonomi-sulawesi-utara Cai Fang, & Nolan, P. (2019). Routledge Handbook of the Belt and Road. Routledge. Dugis, V. (2016). Teori Hubungan Internasional Perspektif-Perspektif Klasik. Cakra Studi  Global Strategis (CSGS). 

Iskandar Yahya Arulampalam Kunaraj P.Chelvanathan, A. A. A. B. (2023). Kepentingan  Tiongkok Melalui Belt and Road Initiative (BRI) dalam Pembangunan Infrastruktur di  Sulawesi Utara 2017-2022. Journal of Engineering Research, 6(2), 1222–1238. 

Kementerian Koordiator Bidang Perekonomian Repulik Indonesia. (2022, July). Punya Twin  Tunnel, Jalan TolCisumdawu Dorong Efek Positif Perekonomian di Jawa Barat.  Retrieved Juni 2024, from Kementerian Koordiator Bidang Perekonomian Repulik  Indonesia: https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/4317/punya-twin-tunnel-jalan-tol 

cisumdawu-dorong-efek-positif-perekonomian-di-jawa-barat 

Lamy, S. (2001). “Contemporary mainstream ap proaches: neo-realism and neo-liberalism”,  dalam John Baylis & Steve Smith, The Globalization of Word Politics, An introduction  to international relations. Oxford University Press. 

Natalia, D. L. (2023). China telah teken kerjasama Sabuk dan Jalan dengan 22 negara Arab.  https://www.antaranews.com/berita/3859509/china-telah-teken-kerja-sama-sabuk-dan jalan-dengan-22-negara-arab 

Putri, S. Y., & Maarif, D. (2019). Kerja Sama Ekonomi-Politik Indonesia dan Cina pada  Implementasi Program Belt and Road Initiative. Jurnal Kajian Lemhanas RI, September  2019, 53–66. 

Rantasori, R. (2021). Pengaruh Program Belt and Road Initiative terhadap Pembangunan Jalan  Tol Cisumdawu Jawa Barat. Jom Fisip, 8(II), 1–12.  http://www.scmp.com/news/china/diplomacy 

Saputra, P. P. R. (2023). Pengaruh Implementasi Kebijakan One Belt-One Road (OBOR)  Terhadap Hubungan Bilateral Indonesia-Tiongkok. Journal of Student Research (JSR)

1(3), 379–392. https://ejurnal.stie-trianandra.ac.id/index.php/jsr/article/view/1304 Soviyaningsih, K. N. (2019). Kepentingan Indonesia Terhadap One Belt One Road (OBOR)  Dalam Upaya Mewujudkan Poros Maritim Dunia. TRANSBORDERS: International  Relations Journal, 2(2), 6. 

Utami, R. (2015). Hubungan Indonesia-Tiongkok: dari Soekarno hingga Jokowi. Antaranews.  https://www.antaranews.com/berita/490460/hubungan-indonesia-tiongkok-dari soekarno-hingga-jokowi 

Xinhua. (2023). BRI disebut jadi “game-changer” yang ubah daya saing ekonomi.  Antaranews. https://www.antaranews.com/berita/3867669/bri-disebut-jadi-game changer-yang-ubah-daya-saing-ekonomi 

Yudilla, A. (2019). Kerjasama Indonesia Cina Dalam Belt and Road Initiative Analisa Peluang  Dan Ancaman Untuk Indonesia. Journal of Diplomacy and International Studies, 2(1),  52–65. https://journal.uir.ac.id/index.php/jdis/article/view/4427


0 Comments

Leave a comment