loading...

Kemunduran Potensi India sebagai Kekuatan Baru Dunia

OLEH : ANDINA R.P. PESAT GATRA

Abstrak

Perkiraan pergeseran kekuatan dunia ke negara berkembang di Asia sebagaimana dikatakan para ahli, membawa nama India dan Cina ke permukaan. India sendiri saat ini masuk tuga besar negara dengan anggaran belanja militer terbesar setelah Amerika dan Cina. Peningkatan investasi dan kerjasama ekonomi India pun mulai bergeser ke negara-negara ASEAN yang mempunyai pengaruh besar di kawasan Asia. Namun dari segi RMA India sendiri telah dinyatakan gagal dalam pengimplementasiannya dan dinyatakan sebagai negara dengan ekspektasi yang tinggi dan hasil yang tidak sesuai.

Perkiraan pergeseran kekuatan dunia ke negara berkembang di Asia sebagaimana dikatakan para ahli, membawa nama India dan Cina ke permukaan. India sendiri saat ini masuk tuga besar negara dengan anggaran belanja militer terbesar setelah Amerika dan Cina. Peningkatan investasi dan kerjasama ekonomi India pun mulai bergeser ke negara-negara ASEAN yang mempunyai pengaruh besar di kawasan Asia. Namun dari segi RMA India sendiri telah dinyatakan gagal dalam pengimplementasiannya dan dinyatakan sebagai negara dengan ekspektasi yang tinggi dan hasil yang tidak sesuai.

I. Pendahuluan
Kemajuan ekonomi dan militer negara-negara berkembang di Asia memunculkan dugaan pergeseran kekuatan dunia dan munculnya kekuatan kekuatan baru seperti Cina dan India. Sebagai negara soni-soviet, Cina yang selama ini dibawah pengaruh Rusia mulai mengungguli Rusia baik dalam ekonomi maupun keamanan. Cina sendiri berbatasan dengan India yang juga berambisi menjadi kekuatan dunia.

Ambisi India sebagaimana disebutkan perdana mentri jahwaral nehru india pada 1990an untuk menjadi kekuatan dunia, diimplementasikan dengan kebijakan look east yang kemudian diperbarui pada 2014 menjadi kebijakan Act East oleh Perdana Mentri India, Narendra Modi.
Sepanjang tahun 2017 lalu, India sering berinteraksi dengan AS dan Jepang, serta mengambil tahapan baru kerjasama strategis antara India, Jepang dan Australia, dengan sering beroperasi di kawasan Samudra Hindia dan Samudera Pasifik.

Kebijakan “Look East” adalah upaya untuk menumbuhkan hubungan ekonomi dan strategis yang luas dengan negara-negara terdekat Asia Tenggara dengan ASEAN sebagai pusatnya. Kini di-upgrade oleh Narendra Modi memperluas cakupan geografis dan kerjasama dari hanya Asia Tenggara di masa lalu ke lebih banyak wilayah, termasuk Asia Timur dan Pasifik Selatan, memperdalam kerjasama ekonomi, dan membuat kerjasama keselamatan dan kerjasama baru yang mengfokuskan pada pembangunan.

Untuk mengimplementasikan kebijakan “Act East”, angkatan bersenjata India menginvestasikan alutsista besar-besaran, sehingga menarik banyak kalangan dunia luar. Namun dalam pengimplementasian kebijakan ini, beberapa ahli berpendapat bahwa ekspektasi India yang cukup besar tidak sejalan dengan hasilnya. Beberapa kebijakan militer banyak berkiblat ke barat, namun sumberdaya dan keadaan yang tidak memungkinkan membuat implementasi kebijakan tidak maksimal dan hasilnya pun tidak maksimal. Revolusi militer di India sendiri dinyatakan tidak berjalan hanya maju secara bertahap. Penulis mencoba menjelaskan kemunduran potensi India sebagai kekuatan baru dunia dari segi militer khususnya revolusi militer india yang dinilai belum revolusioner.

II. Revolusi Militer India
Ada berbagai konsep mengenai RMA. Konsep RMA menurut Dima P. Adamsky (2008) bahwa keberadaan senjata pintar (smart weapon) dan teknologi belumlah menciptakan RMA. Perkembangan teknologi harus diiringi dengan pemahaman yang lebih dalam, mengenai konsekuensi operasional dan organisasional agar dapat dikatakan sebagai RMA (Adamsky, 2008). Konsep RMA menurut Krevinevich adalah bahwa RMA muncul pada saat penggunaan teknologi baru ke dalam sistem militer yang digabungkan dengan konsep operasional yang inovatif dan adaptasi organisasional yang merubah secara mendasar karakter dan terjadinya sebuah konflik. Hal ini terjadi dengan menghasilkan peningkatan yang dramatis dalam kekuatan pertempuran dan efektivitas militer suatu angkatan bersenjata (studies, 2007). Dari dua konsep tersebut dapat dipahami bahwa implementasi RMA juga harus didukung dengan adanya modernisasi dalam teknologi militer, perubahan doktrin militer , konsep operasional yang inovatif dan adaptasi organisasional.

Sebagai perbandingan dalam penerapan RMA terdapat negara Australia yang membentu Office of Reolution in Military Affairs pada tahun 1999. Kantor yang dibentuk oleh kementrian pertahanan ini bertugas untuk melakukan tinjauan perkembangan teknologi dan mengeksplorasi strategi-strategi untuk menerapkan implementasi RMA, khususnya dalam kemitraannya dengan AS. Berdasarkan laporan dari Australia, empat komponen dikembangkan sebagai respon terhadap RMA, yaitu daya bunuh senjata, proyeksi kekuatan, pemrosesan informasi, dan pengumpulam informasi intelejen (Bitzinger, 2004).

Perdebatan mengenai RMA di India sendiri berada dalam tataran militer dan sudah masuk dalam tataran perencanaan militer India. Namun butuh waktu yang cukup lama untuk kementrian pertahanan India menyadari potensi RMA. India baru menyadari keuntungan yang ditawarkan RMA setelah adanya Perang Kurgil dan Parakarm pada akhir 1990. Semenjak itu jelas bahwa RMA telah mengarahkan India pada modernisasi perencanaan pertahanan India, perdebatan doktrin militer dan usaha penyatuan atau integrasi diantara berbagai penyedia dan pertahanan restruksi yang lebih tinggi. Meski begitu, persaingan antara departemen, birokrasi jalur dalam yang kuat (mungkin yang dimaksud nepotisme), dan kurangnya kesadaran politik dapat menjadi faktor-faktor adaptasi yang lambat terhadap perubahan peperangan.

Kebijakan pertahanan India sendiri cenderung defensiv ketimbang ofensiv. Dalam rangka menjaga status quo India Pakistan sebagai dua negara yang memiliki senjata nuklir dan menjaga status quo antara perbatasan India dengan Cina. India cenderung melakukan penyeimbangan kekuatan yang sifatnya defensiv. Hal ini yang tidak sejalan dengan maksud dari revolusi militer yang arahnya lebih kepada ofensiv (Joshi).

Sebagai konsekuensinya, meski India tampaknya mendengarkan perdebatan barat mengenai perang dengan serius, terlihat tidak memungkinkan untuk secara proaktif menyerap aspek-aspek penting dari perubahan. Jika beberapa melabeli bentuk adaptasi India sebagai “banyak ekspektasi sedikit hasil’, beberapa merasa lebih cocok jika dikatakan “ RMA yang sedang berlangsung telah melewati pasukan militer India”. Respon India terhadap perubahan lingkungan perang dinilai kurang karna adanya kekurangan pada pembentukan kembali dan politik yang apatis, namun terdapat beberapa hal yang turut mempengaruhi startegi dan kapabilitas militer. Tentu saja ini tidak dianggap revolusioner; nampaknya India merespon perubahan perang dalam tahapannya sendiri sehingga lebih tepat jika dideskripsikan sebagai perubahan yang bertahap.

III. Anggaran Belanja Militer yang tidak sesuai dengan hasil
India saat ini dianggap sebagai kekuatan berpengaruh di dunia. Dengan kekuatan ekonomi terbesar ketiga setelah Amerika dan China, India masuk dalam lima besar negara yang menghabiskan anggaran belanja militer terbanyak. Reputasi militer india meningkat dengan cepat sebagai kekuatan militer terbesar kedua di dunia dan memiliki kemampuan nuklir dengan rudal balistik antarbenua dan kapal selam nuklir. India juga memiliki kekuatan udara yang bagus denga kemampuan pertahanan misil balistiknya (Joshi).

Bom terpadu presisi dan rudal balistik adalah daftar pengadaan militer India yang dirilis India pada tanggal 2 Januari. Daftar ini juga mencakup pembelian 240 bom terpandu presisi dari Rusia dan 131 rudal “Barak” dengan total hampir 300 juta USD. Kurang dari dua minggu setelah pesanan hampir 300 juta USD, India mengatakan bahwa mereka akan membeli lebih dari 120 pesawat nir-awak (high-altitude longendurance drones) pesawat drone dengan daya tahan untuk terbang diketinggian tinggi, dan lebih dari 100 pesawat drone “Predator-C” buatan AS, yang sekarang dikenal sebagai pesawat tak berawak “Avenger”

Pada bulan Maret 2016, Kementerian Pertahanan India merancang sebuah cetak biru untuk mengalokasikan 3 miliar USD dalam sepuluh tahun ke depan untuk membeli lebih dari 5.000 drone yang meningkatkan pengawasan terhadap wilayah perbatasannya, ini menunjukkan bahwa India telah semakin cemas tentang keamanan perbatasannya. Pesawat-psawat ini oleh pengamat diperkirakan untuk mengawasi perbatasan India, terutama yang ke arah ke Khasmir dan daerah ketegangan dengan Pakistan.

Menurut para pengamat militer saat ini, 70% dari alutsista yang digunakan militer India didapat dari impor dari luar negeri. Kita bisa melihat sejak Narendra Modi menjabat sebagai Perdana Mentri slogannya adalah “Made in India” proporsi buatan dalam negeri harus 50%, 60% dan 70%. Tapi untuk menasionalisasikan produk militernya, nampak hanyak slogan saja. Karena untuk mengubah basis industri sebuah negara tidak mungkin hanya dalam beberapa tahun. Jadi tampaknya India ingin berkembang dengan cepat, maka untuk “mencapai” hal ini Modi harus menggunakan saluran pengadaan, tapi kita semua mengetahui untuk pertahanan nasional tidak dapat dibeli.

Hal ini tentu dapat dianalisis sebagai kemunduran kekuatan militer melihat bagaimana India meningkatkan anggaran belanja militernya dengan mengimpor alutsistanya. Revolusi militer ditandai dengan meningkatnya anggaran belanja militer yang dibarengi dengan peningkatan industri pertahanan dalam negri. Berbeda dengan apa yang dilakukan India, India justru lebih banyak mengimpor alutsista. Hal ini kemudian akan mengarahkan kepada kemunduran industri pertahanan dalam negri India. Kekhawatiran selanjutnya apabila hal ini dibiarkan adalah kemajuan militer India yang sifatnya semu. Bantuan alutsista AS kepada India dapat dilihat adanya kepentingan Amerika Serikat yang sama dengan India yakni menjaga status quo kekuatan Asia dengan Cina. Kerjasama yang dibangun Amerika Serikat, Jepang dan India bisa dilihat sebagai bentuk respon terhadap peningkatan kekuatan Cina. Ini yang kemudian dapat menjadi bumerang bagi India apabila terjadi embargo dalam rangka menahan kekuatan India itu sendiri.

IV. Kesimpulan
Dilihat dari segi militer memang saat ini India digadang-gadang sebagai kekuatan baru dunia yang mampu menyamai Amerika bersama Jepang. Peningkatan Anggaran Belanja Militer yang signifikan dan ambisi kebijakan politik luar negeri India yang berfokus ke Timur mengakibatkan label kekuatan baru di India. Namun jika ditelaah lebih jauh postur dan doktrin India yang belum bisa mengimplementasikan RMA bisa dikatakan sebagai kemajuan yang semu. Peningkatan anggaran belanja militer yang tidak dibarengi dengan peningkatan industri pertahanan dalam negeri juga menjadi salah satu faktor kemunduran potensi India sebagai kekuatan baru dunia. Ketimbang sebagai kekuatan baru, India bisa jadi justru diprediksi sebagai alat perpanjangan tangan Amerika Serikat bersama Jepang dalam mengcounter kekuatan baru dunia di Asia yang lain yakni Cina.

V. Referensi
Adamsky, D. P. (2008). throught the looking glass, the sviet – military technical reolution and the american revolution in militarry affairs. strategic studies , 257-294.
Bitzinger, R. A. (2004). Defense Transformation in the Asia Pacific, Implication for Regional Militaries.
Joshi, H. V. (t.thn.). RMA and India : Nothing Revolutionary About It. studies, r. s. (2007). the state of the art in the global defense industriy : Implication for revolution in military affairs.


https://www.kompasiana.com/makenyok/5a5de806ab12ae145c6dc882/mengintip-kekuatanmiliter- india-dan-ambisi-berkembang-ke-timur-dengan-kebijakan-act-east?page=all

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180530111727-106-302169/indonesia-di-tengahpengaruh- china-dan-india

http://parstoday.com/id/news/world-i61867- india_akui_tidak_mampu_saingi_kekuatan_au_pakistan_dan_cina

2 Comments

Leave a comment