loading...

Keamanan Tradisional dan Non-Tradisional Negara Kota Vatikan


Vladimir Augustian Simbolon

Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung

Alamat : Jl. Prof. Dr. Ir. Sumantri Brojonegoro No.1, Rajabasa, Bandar Lampung, 35145

e-mail : vladimir.augustian101219@students.unila.ac.id


Abstrak

Isu-isu seputar keamanan, baik keamanan tradisional dan non-tradisional merupakan isu-isu yang dihadapi oleh semua negara di dunia, tak terkecuali Negara Kota Vatikan. Berbagai keterbatasan yang dihadapi oleh Vatikan, seperti luas wilayah yang sangat kecil, jumlah penduduk yang sangat sedikit, tidak adanya sumber daya alam serta terletak di tengah-tengah negara lain membuat Vatikan harus tetap mampu menjamin keamanan dalam negerinya. Maka dari itu, tujuan penelitian ini ialah menjabarkan berbagai cara yang dilakukan oleh pemerintah Negara Kota Vatikan dalam menjamin keamanan tradisionalnya serta memenuhi keamanan non-tradisionalnya.

Penulis menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini. Sementara itu, penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode studi literatur. Maka dari itu, data-data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang penulis kumpulkan dari sumber-sumber yang terpercaya. Penulis berharap hasil penelitian ini mampu memberi sudut pandang baru mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh sebuah negara, bahkan negara terkecil sekalipun dalam tetap menjaga keamanan tradisional dan non-tradisionalnya. Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu berkontribusi terhadap dunia akademik, terutama studi-studi seputar keamanan dan hubungan internasional.

Kata kunci: keamanan tradisional, keamanan non-tradisional, Vatikan, diplomasi.



Abstract

Security issues, both traditional and non-traditional security are faced by all sovereign countries in the world, including Vatican City State. Various limitations faced by the Vatican, such as a very small area, very small population, lack of natural resources and being located in the middle of other countries make the Vatican must still be able to guarantee its internal security. Therefore, the purpose of this study is to describe the various ways that the Vatican City State government has taken to ensure its traditional security and fulfill its non-traditional security.

The author uses qualitative methods in this study. Meanwhile, the authors collect data using the literature study method. Therefore, the data in this study is secondary data that the authors collect from reliable sources. The author hopes that the results of this study can provide a new perspective on the efforts made by a country, even the smallest country, in maintaining traditional and non-traditional security. The results of this research are also expected to be able to contribute to the academic world, especially studies related to security and international relations.

Keywords: traditional security, non-traditional security, Vatican, diplomacy.


PENDAHULUAN

Konsep keamanan telah lama berkembang di kalangan akademisi hubungan internasional. Konsep keamanan merupakan konsep yang tidak absolut dan variatif serta mengalami perubahan pemaknaan seiring berkembangnya zaman. Walau mengalami perubahan secara terus menerus, keamanan hampir selalu menyangkut dua dimensi utama, yaitu fisik dan psikologis. Beragamnya konsep keamanan juga berkembang atas beragamnya pendapat masyarakat mengenai ‘rasa aman’ dan ‘ancaman’ yang mereka hadapi.

Studi keamanan kemudian membagi keamanan menjadi dua, yaitu keamanan tradisional dan keamanan non-tradisional. Studi keamanan tradisional amat dekat dengan pandangan kaum realis. Menurutnya, isu-isu terkait keamanan ialah isu-isu seputar nilai-nilai esensial negara, keutuhan wilayah, dan kedaulatan politik. Sementara itu, studi keamanan non-tradisional sudah bergeser dari persaingan antar negara ke ranah sosio-politik, seperti isu-isu kemiskinan, kelaparan, kejahatan, kebebasan berpendapat dan lainnya. Selain itu, keamanan non-tradisional juga tidak terbatas pada tingkat nasional saja melainkan sudah transnasional.

Maka dari itu, setiap negara berdaulat di dunia pasti akan selalu berhadapan dengan isu-isu keamanan tradisional dan non-tradisional, tak terkecuali Negara Kota Vatikan. Walau wilayahnya tak mencapai satu kilometer persegi dan penduduknya tak mencapai 1000 jiwa, Negara Kota Vatikan, dengan keunikannya sendiri mengadakan berbagai jenis diplomasi, tak terkecuali diplomasi pertahanan dan keamanan. Diplomasi ini tidak jauh dari adanya kebutuhan dalam mengamankan Paus, pemimpin tertinggi 1,3 milyar pengikut Gereja Katolik di seluruh dunia. 


METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif. Penelitian ini bersifat kualitatif karena penelitian ini menekankan pada makna, penalaran, dan definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), serta berkaitan erat dengan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Penelitian jenis kualitatif juga penulis anggap cocok untuk digunakan dalam meneliti kasus ini karena penelitian ini bertujuan untuk memberikan penalaran dalam situasi tertentu, dalam konteks ini, bagaimana Negara Kota Vatikan memenuhi kebutuhan keamanan tradisional dan non-tradisional mereka.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode studi literatur. Metode studi literatur diartikan sebagai serangkaian cara untuk mengumpulkan data dari hasil – hasil atau bentuk – bentuk literatur seperti buku, majalah, jurnal, artikel, dan sebagainya. Penulis juga menggunakan beberapa sumber yang didapatkan secara daring. Saat menggunakan sumber daring, penulis memastikan bahwa sumber tersebut adalah sumber yang dapat terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, di mana penulis mengumpulkan data – data melalui hasil – hasil penelitian yang telah diterbitkan sebelumnya, seperti buku, jurnal dan artikel – artikel yang berkaitan dengan keamanan tradisional dan non-tradisional Negara Kota Vatikan. Sementara itu, penulis menggunakan teknik induksi analitik dalam menganalisis data karena tidak terkekang pada satu hipotesa dan lebih fleksibel.


HASIL & PEMBAHASAN


Keamanan Tradisional Negara Kota Vatikan

Membicarakan keamanan tradisional, bahasan kita tidak akan lepas dari kekuatan bersenjata dan militer sebuah negara. Namun, keamanan tradisional tidak melulu membahas persenjataan, kekuatan militer, infanteri dan sebagainya. Paul Williams (2012:7) menjabarkan bahwa kita seharusnya memahami, bahwa dalam pengertian secara relasional, keamanan tradisional melibatkan sebuah tingkat kepercayaan tentang hubungan kita yang didasari atas komitmen banyak aktor lain, yang pada kemudian hari, menciptakan kepastian dan prediktablitas. Atas teori Williams tersebut, kita dapat mempelajari tingkah laku banyak negara kecil dalam mengadakan hubungan dengan banyak aktor internasional dalam mengadakan keamanan tradisionalnya.

Kota Vatikan adalah salah satu contoh negara kecil yang mengadakan relasi dengan negara lain dalam rangka menjaga keamanan tradisionalnya. Sebagai negara terkecil di dunia (0,49 km2), dengan penduduk paling sedikit di dunia (825 jiwa), kita dapat mengerti alasan mengapa Vatikan tidak memiliki angkatan bersenjata dan kepolisian yang berasal dari warga negaranya sendiri. Oleh karena itu, semenjak Paus Yulius II berkuasa di tahun 1506, Vatikan memiliki pasukan pengawal resmi yang bernama Garda Swiss. Sesuai namanya, Gereja Katolik Roma, atas permintaan Paus, meminta bantuan kepada Dewan Negara Swiss untuk menyediakan sebuah korps tetap untuk menjaga Vatikan dan seluruh wilayah dalam tembok Vatikan yang berkekuatan 200 orang.


Garda Swiss

Secara resmi Garda Swiss bernama lengkap Pontificia Cohors Helvetica (dalam bahasa Latin yang berarti Garda Kepausan Swiss). Tugas utama mereka ialah bertindak sebagai pasukan khusus yang melindungi Sri Paus serta Istana Kepausan Apostolik, serta secara de facto bertindak pula sebagai militer di Vatikan. Mereka diharuskan mengenakan seragam khusus dengan gaya Renaissance berwarna biru, merah, oranye, dan kuning. Adapun seragam lainnya berwarna biru tua dengan topi khusus. Tidak seperti tahun 1506, saat ini jumlah mereka hanya 135 orang. Mereka direkrut langsung dari Swiss, dengan syarat usia 19 – 30 tahun (lulusan SMA atau Sarjana), tinggi badan minimal 174 cm, beragama Katolik, belum menikah, dan diharuskan telah lulus dari pelatihan Kekuatan Bersenjata Nasional Swiss.

Sebagaimana layaknya militer, Garda Swiss juga diberikan perlengkapan berupa senjata. Sehari – hari, mereka memegang halberd dan juga membawa tombak partisan. Di saat – saat tertentu, seperti perayaan hari besar Katolik, mereka mengganti halberd menjadi tongkat komando khusus. Halberd atau tombak kapak adalah senjata jenis tombak dua tangan dengan ujung paduan kapak dengan bagian lainnya yang berbentuk runcing. Halberd selalu memiliki bagian belakang kapak yang memiliki kait untuk menarik kavaleri lawan. Saat berfungsi mengawal Sri Paus di Istana Kepausan Apostolik, Garda Swiss diberi perlengkapan senjata yaitu pistol SIG Sauer P220 dan senapan SIG SG 550 (atau varian SG 552-nya) yang juga digunakan oleh Angkatan Darat Swiss. Karena anggota Garda Swiss yang direkrut pasti telah lulus pelatihan dasar militer di Swiss, mereka sudah terbiasa dengan senjata-senjata ini saat memulai dinas mereka. Semprotan merica yang digunakan oleh Swiss Army (RSG-2000) juga selalu dibawa. Pistol Glock 19 dan senapan mesin ringan Heckler & Koch MP7 dilaporkan juga dibawa oleh anggota Garda Swiss dalam fungsinya sebagai pengawal berpakaian preman. Persenjataan Garda Swiss semakin ditingkatkan semenjak insiden percobaan pembunuhan terhadap Paus Yohanes Paulus II di Vatikan pada 13 Mei 1981 oleh seorang warga Turki bernama Mehmet Ali A?ca.


Korps Gendarmerie 

Selain Garda Swiss, Kota Vatikan juga memiliki korps lainnya bernama Gendarmerie. Secara resmi, Gendarmerie di Vatikan memiliki nama lengkap Corpo della Gendarmeria dello Stato della Città del Vaticano (dalam bahasa Italia yang berarti Korps Gendarmerie Negara Vatikan). Tugas utama mereka adalah sebagai pasukan keamanan yang menjaga ketertiban di Vatikan, serta seluruh aset dan properti Negara Vatikan yang berada di luar tembok Vatikan. Secara de facto, mereka bertugas sebagai polisi di Vatikan. Korps ini didirikan pada tahun 1816 oleh Paus Pius VII. Mereka direkrut dari berbagai negara, dengan syarat berusia antara 21 – 24 tahun, sehat secara jasmani dan rohani, tinggi badan minimal 174 cm, belum menikah, dan beragama Katolik. Hingga 2018, Italia menjadi negara terbesar yang memasok warga negaranya menjadi Gendarmerie di Vatikan. Korps ini berjumlah 130 personel.

Layaknya Garda Swiss, Gendarmerie Vatikan juga dilengkapi dengan persenjataan untuk menjaga Negara Kota Vatikan. Pistol semi-otomatis Glock 17 dengan kaliber Parabellum 9mm sebagai senjata standar bagi Gendarmerie Vatikan. Mereka juga memiliki senjata yang lebih kuat, seperti Beretta M12 dan senapan sub-mesin Heckler & Koch MP5, yang juga digunakan oleh polisi Italia. Apabila terjadi kerusuhan di Vatikan, mereka akan dipasok pentungan, alat setrum, semprotan merica dan gas air mata. Untuk Rapid Intervention Group (GIR) unit elit, para anggotanya dilengkapi dengan karaben Carbon 15 dan senapan Heckler & Koch FABARM FP6. Selain itu, beberapa merek kendaaran terkenal seperti Ducati, Fiat, Harley-Davidson, Volkswagen, dan Mercedes-Benz juga menyumbangkan kendaraan mereka untuk digunakan sebagai alat transportasi Gendarmerie Vatikan.


Ordo Militer Berdaulat Malta 

Dikarenakan Negara Kota Vatikan merupakan pusat Gereja Katolik se-dunia, terdapat ordo atau front khusus yang secara sukarela melindungi Gereja Katolik Roma bernama Ordo Militer Berdaulat Malta. Ordo ini didirikan pada tahun 1099 di Yerusalem, dengan nama lengkap Supremus Ordo Militaris Hospitalis Sancti Ioannis Hierosolymitani Rhodius et Melitensis (dalam bahasa Latin berarti Ordo Hospitaler Militer Berdaulat Santo Yohanes dari Yerusalem, Rodos, dan Malta) (Charles 2008:7;162). Ordo ini diakui di seluruh dunia sebagai entitas yang memiliki kedaulatan di bawah hukum Internasional yang berkedudukan di Roma, Italia. Ordo ini menjadi salah satu anggota pengamat Perserikatan Bangsa – Bangsa, dan bahkan membangun hubungan diplomatik resmi dengan 110 negara. Secara resmi, tugas mereka hanyalah dua, yaitu melindungi Gereja Katolik Roma dan membantu orang – orang yang membutuhkan bantuan.

Ordo Militer Berdaulat Malta merupakan korps militer terbesar yang melindungi Gereja Katolik Roma secara resmi. Layaknya sebuah negara, Ordo ini memiliki 3 orang warga negara tetap, dengan sukarelawan militer sebanyak 80.000 orang, anggota non-militer sebanyak 13.500 orang, dan pegawai sebanyak 42.000 orang. Ordo ini juga memiliki pesawat tempur Savoia-Marchetti SM.82 dan unit militer modern yang bernama ACISMOM. Karena mengabdikan diri kepada Kepausan dan Gereja Katolik Roma yang berpusat di Vatikan, Sri Paus ditunjuk oleh Ordo Militer Berdaulat Malta untuk memilih seorang Patron dari antara para kardinal dari seluruh dunia. Sang Patron diberi tugas untuk meningkatkan keimanan anggota Ordo Militer Berdaulat Malta, serta menjadi jembatan penghubung bagi Ordo ini dengan Takhta Suci Vatikan.

Keamanan Non-Tradisional Negara Kota Vatikan

Lain halnya dengan keamanan tradisional, keamanan non-tradisional merupakan sebuah paradigma di mana sebuah negara harus mampu menjamin kesejahteraan penduduknya dalam pemenuhan berbagai aspek kehidupan seperti aspek kesehatan, pangan, ekonomi, sosial, politik, pendidikan dan sebagainya. Alistair D. B. Cook dalam jurnalnya yang berjudul Non-traditional Security and World Politics mengatakan bahwa isu – isu keamanan non-tradisional bukanlah isu yang baru, namun isu yang sudah diakui oleh banyak pemimpin negara sebagai isu keamanan yang bersifat multidimensi yang muncul setelah Perang Dingin (1947 – 1991). Saat ini, hampir seluruh negara di dunia setiap harinya selalu bersinggungan dengan isu keamanan non-tradisional. Isu – isu tersebut ialah isu krusial seperti perubahan iklim, kelaparan, penjualan manusia, narkoba dan sebagainya.

Bisa dibilang, keamanan non-tradisional di Negara Kota Vatikan sangat terjamin. Tidak terjadi kelaparan, tidak ada penjualan manusia, pengedaran narkoba, perampokan atau perompakan, dan sebagainya. Hal ini terjadi karena wilayah Vatikan yang amat kecil sehingga pengawasan akan hal – hal tersebut sangat diketatkan. Selain itu, populasi Vatikan yang sangat kecil (825 jiwa) yang juga didominasi oleh kaum hierarkis gerejawi (imam serta biarawan-biarawati Katolik Roma) memudahkan pemerintah Vatikan dalam memenuhi kebutuhan hidup warga negaranya. Namun, mungkin timbul pertanyaan, bagaimana mungkin sebuah negara kecil seperti Vatikan mampu menjalankan fungsi negaranya walau tidak memiliki PDB, komoditas ekspor, lahan pertanian dan sebagainya?

Sebagaimana umumnya, sebuah negara harus memiliki sumber pendapatan baik tetap maupun tidak tetap untuk menjalankan negaranya. Perekonomian di Vatikan secara finansial mengandalkan penjualan perangko, medali, koin, serta souvenir – souvenir keagamaan lainnya seperti rosario, Alkitab, buku – buku, lukisan dan sebagainya, yang dijual di Pusat Souvenir Kota Vatikan di atap Basilika Santo Petrus. Secara finansial pula, Vatikan didukung oleh seluruh umat Katolik di dunia (1,3 milyar jiwa) dalam bentuk Dana Gereja yang setiap harinya dikumpulkan dari seluruh kapel, gereja stasi, gereja paroki, gereja uskup, serta basilika di seluruh dunia. Per 2013, tercatat Vatikan menerima pendapatan sebesar US$ 315 juta yang dikumpulkan dari seluruh umat Katolik se-dunia, serta bantuan – bantuan negara tetangga seperti Italia, Perancis, Spanyol, dan sebagainya. Oleh karena itu, di Negara Kota Vatikan tidak pernah terjadi kasus kemiskinan ataupun kesenjangan ekonomi.

Sistem keamanan telekomunikasi juga penting di Vatikan. Vatikan memiliki layanan telepon modern independen bernama Vatican Telephone Service yang beroperasi sejak 1930, serta layanan pos yaitu Poste Vaticane yang sudah beroperasi sejak 13 Februari 1929. Vatikan juga memiliki jaringan Radio, yang bernama Radio Vaticana. Radio ini berudara sejak 1931 dan didirikan oleh sang penemu Radio itu sendiri, Guglielmo Marconi. Saat ini Radio Vatikan tersalurkan dalam 47 bahasa, termasuk Bahasa Indonesia. Vatikan juga memiliki surat kabar sendiri bernama L'Osservatore Romano, serta stasiun televisi sendiri bernama Vatican Media. Vatikan juga diberikan domain internet sendiri, didaftarkan sebagai TLD dengan domain .va di Organisasi Standarisasi Internasional (ISO). Untuk menunjang kegiatan telekomunikasi, tentu listrik dengan daya besar sangat dibutuhkan agar operasional semua mesin telekomunikasi dapat berjalan lancar. Sampai saat ini, listrik di Vatikan disuplai secara gratis oleh pemerintah Italia.

Walau Garda Swiss dan Polisi Gendarmerie Vatikan selalu beroperasi 24 jam per harinya untuk menjaga Vatikan, bukan berarti Vatikan terbebas dari aksi – aksi kriminal dan terorisme. Aksi – aksi kriminal yang terjadi di Vatikan didominasi oleh kejahatan kecil seperti pencopetan, perampasan dompet dan terkadang wisatawan melakukan pengutilan. Biasanya kejahatan ini terjadi di jalan utama menuju Basilika Santo Petrus. Adanya kasus percobaan pembunuhan terhadap Paus Yohanes Paulus II pada 1981, membuat pemerintah Kota Vatikan semakin mengetatkan keamanan domestiknya dengan penambahan kamera pengawas (CCTV) yang diletakkan secara tersembunyi di berbagai tempat strategis misalnya di fakad Basilika Santo Petrus, Kapel Sistina, Perpustakaan Vatikan, Arsip Vatikan dan sebagainya. Selain itu, Vatikan juga meng-install perangkat anti sadap, agar pembicaraan nasional Vatikan tidak dapat disadap oleh pihak tertentu.  

Dalam memperjuangkan nilai – nilai Katolik, Vatikan melalui sikap Paus dan pernyataannya menentang dengan tegas pengguguran kandungan secara paksa atau aborsi. Hal ini didasarkan atas keyakinan bahwa "kehidupan manusia harus dihormati dan dilindungi secara mutlak sejak saat pembuahannya. Sejak saat pertama keberadaannya, seorang manusia insani harus diakui hak-haknya sebagai seorang pribadi, di antaranya adalah hak untuk hidup yang tidak dapat diganggu gugat yang dimiliki setiap makhluk tak bersalah. Kanon 1398 dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 menjatuhkan ekskomunikasi secara otomatis (latae sententiae) kepada umat Katolik yang "melakukan aborsi dan berhasil". Namun, aborsi masih dapat diterima apabila mengancam salah satu nyawa, sehingga secara medis dapat dibenarkan. LGBT dalam agama Katolik juga dianggap sebagai dosa, dan secara tegas Paus menentang hal tersebut. Kedua sikap ini sedikit banyak mempengaruhi negara – negara di dunia.

Atas dasar Perjanjian Lateran pada 1929, Vatikan haruslah menjadi negara netral. Maka dari itu, Vatikan tidak terlibat dalam blok – blok yang ada saat Perang Dunia dan Perang Dingin. Negara Kota Vatikan juga bukan merupakan anggota tetap PBB, namun Takhta Suci Vatikan terdaftar di PBB sebagai anggota pengamat permanen sejak 1964. Vatikan juga aktif dalam menanggapi isu – isu lingkungan dan nuklir. Tercatat, Vatikan telah menandatangi Protokol Montreal pada 1990 dan puluhan perjanjian dan traktat mengenai pelarangan senjata nuklir. Dengan kemampuannya mempengaruhi keputusan dan memberikan saran kepada PBB, Vatikan memiliki visi dan misi untuk mewujudkan perdamaian antar seluruh manusia di dunia. Dalam politik internasional, Vatikan melalui diplomasi Paus Yohanes Paulus II bahkan digadang – gadang sebagai penyebab runtuhnya Uni Soviet pada 1991. Hal ini diasumsikan atas kunjungan kenegaraan Mikhail Gorbachev ke Vatikan pada 1989 dalam rangka membentuk kerjasama dan membangun hubungan diplomatik antara Uni Soviet dengan Vatikan.

Karena wilayahnya yang sangat kecil, Vatikan tidak memiliki fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi penduduknya di dalam tembok Vatikan. Apabila ada warganya yang ingin melanjutkan pendidikan maka Vatikan akan berkoordinasi dengan pemerintah Italia untuk menyediakan pendidikan bagi warganya. Terdapat sekitar 65 pusat pembelajaran Kepausan yang terletak di Roma sendiri. Pusat pembelajaran tersebut berbentuk universitas, institut, seminari, konservatori dan sebagainya. Dalam skala global, Vatikan juga mendirikan Universtias Pontifikal (Kepausan) sejumlah 73 universitas dan sekolah tinggi yang tersebar di seluruh dunia. Dalam menanggung kesehatan warganya, Vatikan juga akan merujuk warganya ke Rumah Sakit yang terdapat di Roma. Pemeriksaan kesehatan bagi para kardinal dan diplomat bersifat rutin dan selalu diselenggarakan di Roma atas kerjasama Vatikan dengan Italia. Suplai makanan, bahan pangan, minuman, air bersih, dan sebagainya mayoritas disuplai oleh Pemerintah Italia. Oleh karena kecukupan pangan domestik, Vatikan tidak pernah memiliki kasus kelaparan.


KESIMPULAN

Isu-isu keamanan, baik keamanan tradisional dan non-tradisional akan selalu dan pasti dihadapi oleh setiap entitas berdaulat di dunia. Keamanan yang beragam dan berubah menandakan adanya perubahan urgensi masyarakat dalam melihat bentuk-bentuk ancaman. Walau begitu, keamanan akan selalu meliputi dua dimensi utamanya yaitu fisik dan psikologis. Oleh karena itu, Negara Kota Vatikan, sebagai entitas berdaulat yang diakui secara internasional juga menghadapi beragam isu-isu keamanan.

Meski merupakan negara terkecil di dunia, Vatikan tetap mengadakan diplomasi-diplomasi keamanan, terutama dengan mitra utama terdekatnya, Italia dan Prancis. Garda Swiss dan Korps Gendarmerie dibutuhkan Vatikan, selain sebagai instrumen keamanan negara, kedua lembaga ini memainkan peran yang begitu besar dalam pengamanan dan penjagaan Paus. Beberapa isu seperti percobaan pembunuhan terhadap Paus Yohanes Paulus II di Vatikan pada 1981 membuat Vatikan semakin berbenah, terutama dalam hal persenjataan dan pengamanan seluruh wilayah negaranya.

Dengan penduduk yang hanya berjumlah 825 jiwa, Vatikan tidak kesulitan dalam mengadakan berbagai upaya dalam memenuhi kebutuhan kesejahteraan warganya. Selain itu, tidak pernah ada kasus kelaparan, tidak ada penjualan manusia, pengedaran narkoba, perampokan atau perompakan, dan sebagainya. Meski tidak memiliki fasilitas rumah sakit dan pendidikan karena terbatasnya lahan, Vatikan menyediakan fasilitas pendidikan di luar tembok Vatikan dengan jaringannya di seluruh dunia. Sementara itu, Vatikan juga bekerja sama dengan rumah sakit terdekat apabila ada warganya yang perlu menjalani perawatan kesehatan. Dapat disimpulkan Vatikan tidak akan pernah mengalami kesulitan dalam menghadapi isu-isu keamanan non-tradisional karena wilayahnya yang kecil dan penduduknya yang terbilang sangat sedikit.


DAFTAR PUSTAKA


Buku, Jurnal dan Tulisan

Adler, Emanuel dan Michael Barnett (eds.). 1998. Security Communities. Cambridge: Cambridge University Press.

Cook, Alistair D. B. 2017. Non-traditional Security and World Politics. Issues in 21st Century World Politics (pp.38-51)

Coulombe, Charles. 2008. The Pope's Legion: The Multinational Fighting Force that Defended the Vatican. New York: Palgrave Macmillan

Cusani, Roberto. 2010. The security telecommunication system of the Vatican City State. Journal of Security Technology (ICCST), 2010 IEEE International Carnahan Conference

Garzia, F, E. Sammarco dan R. Cusani. 2011. The Integrated Security System of The Vatican City State. International Journal of Safety and Security Eng., Vol. 1, No. 1 (2011) 1–17

Haberman, Clyde. 1989. "THE KREMLIN AND THE VATICAN; GORBACHEV VISITS POPE AT VATICAN; TIES ARE FORGED." New York: New York Times

Nichols, Fiona. 2006. Rome and the Vatican. London: New Holland

Snow, Donald M. 2016. National Security. Abingdon: Taylor & Francis

Williams, Paul. 2012. Security Studies: An Introduction. London: Routledge


Sumber Internet

Laman Resmi Garda Kepausan Swiss (online, http://www.swissguard.va/index.php?id=258&L=3 diakses 8 November 2020)

Globalist. 2018. Taser alla gendarmeria vaticana: aumenta l'allerta attorno al Papa (online, https://www.globalist.it/world/2018/06/18/taser-alla-gendarmeria-vaticana-aumenta-l-allerta-attorno-al-papa-2026445.html, diakses 8 November 2020)


0 Comments

Leave a comment