loading...

Joint Statement Forum


Upaya Penanganan dan Perlindungan Tenaga Kerja Migran Indonesia menjadi tema forum pembahasan pada Joint Statement Forum 2019 yang diadakan oleh Forum Komunikasi Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia (FKMHII) Koordinator wilayah II. Diskusi yang turut mengundang beberapa perwakilan dari berbagai kampus di Kawasan Jadetabek diantaranya hadir 12 tim yang terdiri dari Universitas Al Azhar Indonesia, Universitas Dr. Moestopo Beragama, Universitas Paramadina, London School Public Relations Jakarta (LSPR), International University Liaison Indonesia (IULI), Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta (IISIP), Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), Universitas Jayabaya, Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) dan juga Universitas Kristen Indonesia (UKI). Dengan  3 kampus yang berkesempatan menjadi penanggungjawab acara JSF kali ini yakni Universitas Al Azhar Indonesia, Universitas Paramadina, dan Universitas Dr. Moestopo Beragama.

JSF sendiri merupakan Forum diskusi diantara mahasiswa HI untuk bersama-sama menemukan solusi dari isu-isu spesifik terkait dengan ilmu hubungan internasional sebagai ruang lingkupnya, yang diharapkan bisa menghasilkan suatu Recommendation Policy ditujukan untuk pemerintah RI secara spesifik pula.Sehingga nantinya masyarakat luas dapat merasakan impact dari solusi yang telah diimplementasikan oleh pemerintahan.

JSF tahun ini dilaksanakan selama 4 hari, terhitung dari tanggal 5 hingga 7 Agustus 2019 di Universitas Paramadina, dengan rangkaian hari ke 4 yang dilaksanakan di tanggal 14 Agustus 2019 di Kementrian LuarNegeri. Pada hari pertama, 5 Agustus 2019, forum ini diawali dengan Seminar Umum mengenai Upaya penanganan dan pelindungan tenaga kerja migran Indonesia yang diisi oleh pembicara dari Kemenlu RI Direktorat PWNI dan BHI, Migrant care dan juga akademisi dari Universitas Moestopo beragama. Agenda selanjutnya yakni Sidang JSF yang ditujukan untuk menyatukan pandangandan draft komunike dari masing-masing kampus yang akhirnya membentuk Joint Komunike Bersama yang selanjutnya akan diaudiensikan di Kemenlu RI Direktorat PWNI dan BHI.

Sebagaimana yang kita ketahui banyaknya kasus terkait laporan keamanan dan keselamatan Pekerja Migran Indonesia di luar negeri yang menjadi negara penempatan pekerja Indonesia. Hal tersebut menjadi latar belakang diangkatnya isu tersebut dalam forum JSF tahun ini. Dalam faktanya Indonesia merupakan Negara urutan ke 2 di ASEAN dalam pengiriman jumlah tenaga kerja, ditambah dalam data World Bank pada tahun 2016 Indonesia berada di posisi ke 4 di dunia dalam hal pengirim Remitansi kenegara asal, yang artinya pekerja migran berperan besar dalam pembangunan nasional.[1]


[1]BeritaSatu, 2016, Bank Dunia TKI pengirimRemitansiterbesarke 4 di Indonesia, [online] https://www.beritasatu.com/ekonomi/337389/bank-dunia-tki-pengirim-remitansi-terbesar-ke4-di-dunia. [17 Agustus 2019]

Namun, disamping Negara mendapat keuntungan, disisi lain ada tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan tenaga kerja Indonesia yang ada di luar negeri, perlunya pengetatan dalam proses administrasi di awal, pelatihan bahasa dan sosialisasi, serta penjaminan hukum untuk menjamin keamanan sitenaga kerja ketika berada di Negara penempatan. Namun dikarenakan minimnya LSTA (Lembaga Terpadu Satu Atap) pada setiap daerah yang mana lembaga tersebut berfungsi sebagai tempat mempersiapkan Pekerja Migran Indonesia untuk bekerja di luar negeri.Namun, jumlah yang belum memadai dengan kondisi wilayah yang luas menjadi suatu penyebab yang akhirnya memicu terjadinya Pekerja Migran Indonesia yang tidak berdokumen sehingga tidak adanya perlindungan dari pemerintah, serta tidak adanya pelatihan yang sesuai dengan standar pekerja migran, sehingga tidak adanya perbekalan yang mencukupi ketika diharuskan menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan di Negara penempatan.

Melihat hal itu melalui JSF adanya suatu Kebijakan yang direkomendasikan kepada pemerintah. Pendiskusian dan penyatuan draft komunike yang dibahas oleh para mahasiswa HI selama 2 hari di tanggal 5 dan 6 Agustus 2019. Pada hari ketiga, 8 Agustus 2019 diadakan Forum Group Discussion (FGD) BersamaInternational Organisation for Migration untuk membahas kembali dan mempertajam Joint Komunike yang telah dibuat sebelumnya. Selanjutnya masih pada hari yang sama kembali diadakan sidang JSF untuk mengesahkan Joint komunike bersama untuk diajukan ketika diaudiensikan di Kemenlu RI Direktorat PWNI dan BHI pada tanggal 14 Agustus 2019.

Audiensi tersebut dipaparkan oleh Pinehas Danu Vito, Eka Eliviana, dan Jesica Millenia sebagai peserta JSF 2019 dihadapan perwakilan PLT Direktorat PWNI dan BHI, Judha Nugraha di Kemenlu. Terdapat 14 rekomendasi diantaranya mengenai menekankan kepada pemerintah agar segera menyelesaikan Peraturan Pelaksana UU merujuk padaUU No. 18 Tahun 2017 Pasal 90, peninjauan kembali layanan perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Standarisasi kurikulum pelatihan ketenaga kerjaan baik negeri maupun swasta, peninjauan kembali UU PPMI khususnya pada pasal 63 ayat 2 tentang layanan perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) Perseorangan, penambahan dan peninjauan Fitur-fitur di aplikasi Safe Travel dan SIPMI, meningkatkan fungsi BNP2TKI guna sosialisasi dan penyuluhan kepada CPMI serta pengawasan informasi lowongan kerja diluar negeri, penambahan tenaga ahli berupa psikolog, psikiatri, dan tenaga medis untuk para PMI yang mengungsi di Rumah Aman di Negara penempatan. pengoptimalan tolak ukur kelayakan kapal demi menjamin keselamatan dan keamanan para ABK yang akan melaut, penambahan unit LTSA (Layanan Terpadu Satu Atap)/LTSP (Layanan Terpadu Satu Pintu) dan Atase Ketenaga kerjaan, pembaharuan MoU yang telah kadaluwarsa untuk mencegah terjadinya moratorium, mengoptimalisasi kerjasama dengan kementrian bidang hubungan luar negeri dengan negara penerima, Ratifikasi Konvensi ILO (International Labour Organization), khususnya pada K-143 mengenai ketentuan tambahan; K-188 mengenai Pekerjaan dan Penangkapan Ikan; dan K-189 mengenai Kerja Layak bagi Pekerja RumahTangga (PRT), Mendorong pemerintah untuk melibatkan instansi pendidikan, komunitas pemuda dan lembaga swadaya masyarakat dalam memberikan edukasi kepada masyarakat awam untuk pemenuhan administrasi secara legal dan formal, terakhir pemberdayaan Diaspora Indonesia untuk menjadi agen pelapor kepada instansi negara terkait jika ada pekerja migran Indonesia baik terdokumen maupun tidak berdokumen untuk menjadi penolong pertama dalam aspek sosial.[1]

Apresiasi dan masukan diberikan kepada para panitia dan peserta JSF 2019, perlunya pengadaan audiensi kembali kepada badan-badan Negara maupun swasta terkait lainnya, dan diharapkan pula mahasiswa bisa terus berperan sebagai Pressure Group untuk terus mengoreksi dan mengontrol kebijakan pemerintah. SemogaMahasiswa HI khususnya FKMHII bisa selalu berkontribusi dalam memberikan Recommendation Policy kepada pemerintah RI.



[1]Parmagz, 2019, JSF berikan 14 rekomendasikebijakan, [online] https://parmagz.com/nasional/jsf-2019-berikan-14-rekomendasi-kebijakan/, [17 Agustus 2019].

41 Comments

Leave a comment