loading...

Dampak dari Turunnya Harga Minyak dan BBM pada Pandemi Covid-19 di Indonesia

Penulis: Ephifania V.A.G. Mamahit dan Adriyani F. Saekoko 


Pendahuluan

Seperti yang kita ketahui bersama masa pandemi yang sedang kita rasakan sangat mempengaruhi kehidupan kita pribadi maupun kehidupan sosial secara umum. Sejak mewabah dari China akhir tahun 2019, Covid-19 ini terus meluas hingga secara resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global. Selama hampir setahun pandemic Covid-19 menyebabkan semakin tinggi angka infeksi sehingga banyak negara di dunia harus memberlakukan lockdown dan kebijakan-kebijakan lain guna mengurangi bahkan memutus mata rantai virus ini. Dari berbagai strategi dan kebijakan yang telah dilakukan masih terbilang terbatas untuk menghentikan laju infeksi ini. Hampir seluruh sektor terdampak virus ini baik itu yang diuntungkan ataupun dirugikan seperti kesehatan dimana menjadi salah satu sektor yang sangat terdampak yang dapat kita lihat perkembangan yang diberitakan dimana-mana ada banyak korban yang berjatuhan mengingat virus ini diam dan menggerogoti tubuh kita. Melalui otoritasnya menerapkan kebijakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menghimbau adanya pembatasan untuk setiap masyarakat agar tetap berada dirumah, menjaga jarak baik secara fisik maupun sosial bahkan memberlakukan lockdown atau karantina wilayah untuk menghambat penyebaran Covid-19.  

Dampak dari keadaan ini dapat kita lihat adanya pengaruh yang signifikan bagi semua lapisan masyarakat terlebih karena keterbatasan akses saat lockdown tersebut. Dengan diberlakukannya hal-hal tersebut maka mau tidak mau, suka tidak suka semua aktivitas sosial dihentikan seperti berbagai sekolah dan kampus yang proses belajarnya dilakukan dari rumah. Selanjutnya sektor yang tidak kalah mendapatkan dampak yang besar yaitu sektor ekonomi dimana kebijakan yang diberlakukan tadi tentu memberikan pengaruh besar bagi perekonomian di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia. Industry travel paling merasa terpukul disaat keputusan beberapa negara membatasi pergerakan pengunjung menyusahkan perusahaan dibidang pariwisata seperti hotel, travel agent, penerbangan dan lain-lain rugi. Proses pemulihan ekonomi ini lebih sulit, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kembali ke titik normal oleh karena itu ketidakpastian ekonomi masih akan terus terjadi.  

Selanjutnya melihat sektor yang diuntungkan disini misalnya lingkungan dimana kualitas udara semakin baik, emisi CO2 berkurang, saluran air menjadi jernih sehingga krisis iklim dilupakan sementara. Selain itu sedikitnya ada beberapa sektor yang mengalami dampak positif dari pandemi Covid-19 ini yaitu sektor jasa logistik, jasa telekomunikasi elektronik, makanan/minuman dan masih dari sektor lingkungan yakni pengurangan penggunaan transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM), namun karena penurunan penggunaan transportasi ini sehingga memberikan efek terbalik pada permintaan konsumsi bahan bakar global yang menurun.  Inilah yang kemudian menjadi salah satu hal yang menarik yang akan dibahas lebih jauh dalam penelitian ini dimana dari penurunan harga minyak dunia yang drastis memberi imbas pada kelebihan pasokan minyak mentah. 

Jika kita berbicara tentang data dan membandingkannya dari tahun ke tahun sebelumnya, belum pernah terjadi penurunan harga bahan bakar minyak sampai sedrastis ini. Dimana permasalahan ini bukan saja terjadi di Indonesia melainkan terjadi dalam skala global, harga minyak minus baru kali ini terjadi sepanjang sejarah. Penurunan drastis ini menjadi pukulan keras terutama bagi negara-negara pengekspor minyak. Didalam kondisi ini negara-negara pengekspor melakukan produksi yang melebihi target dengan pengertian mempertahankan pasar. Namun yang terjadi tidak sesuai ekspetasi dimana permintaan minyak dunia turun. Ditengah ketidakpastian ini virus Corona yang menyebar dengan cepat memaksa negara-negara melakukan pembatasan aktivitas sosial dan bisnis. Sehingga menyebabkan kebanjiran stok minyak mentah, harganya mengalami penurunan sejak awal tahun ini dan turun secara drastis sejak akhir Februari.  Umumnya, harga minyak mentah turun akan memberikan kesempatan pada kilang minyak untuk memperoleh margin yang lebih besar karena harga  BBM tidak segera turun dan permintaannya tetap. Namun situasi pada saat covid berbeda dimana harga minyak mentah turun dan harga BBM juga ikut turun. Turunnya permintaan BBM memberi tekanan pada sistem inventory dan distribusi BBM. Banyak perusahaan kemudian mulai kewalahan dengan jumlah BBM yang harus diditribusikan sedangkan tanki penampung minyak semakin penuh.   

Meskipun permasalahan ini menjadi hal yang cukup berat yang dialami perusahaan dan negara-negara pengekspor minyak, namun di berbagai negara importir minyak termasuk Indonesia yang mana di Indonesia sendiri penurunan permintaan BBM menyentuh angka 30-40%.

Tetap saja keadaan saat ini memberi sedikit keuntungan anggaran subsidi pemerintah menjadi lebih ringan. Bagi masyarakat juga diuntungkan karena harga bahan bakar minyak yang berpotensi lebih murah. Meskipun begitu sedikit kerugian tetap akan dirasakan karena Indonesia juga menjadi pengekspor minyak walau dalam jumlah yang lebih sedikit dari yang diimpor. Masalah ini pernah diteliti dalam Jurnal Penelitian Bappenas RI oleh Nur Laila Widyastuti dan Hanan Nugroho (2020) yang diberi judul “Dampak Covid-19 terhadap Industri Minyak dan Gas Bumi: Rekomendasi Kebijakan untuk Indonesia”. Permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah dampak Covid-19 terhadap penurunan harga dan produksi minyak serta gas bumi secara global dan juga di Indonesia, termasuk penghentian kegiatan hulu dan pengurangan kegiatan pengilangan, serta rekomendasi kebijakan untuk Indonesia dalam menghadapi permasalahan tersebut. Hasil penelitian ini adalah sebuah bentuk rekomendasi yang berupa pembentukan strategic petroleun reserves, pengkajian ulang proyek-proyek kilang minyak dan green fuel, serta tidak menurunkan harga jual BBM. Dari jurnal penelitian Nur Laila Widyastuti dan Hanan Nugroho (2020), menyatakan bahwa dampak covid-19 membawa pengaruh yang cukup signifikan pada penurunan harga dan produksi minyak serta gas bumi.  Diharapkan kemudian studi ini melengkapi data dan penelitian yang akan dibahas dalam analisis. 

Setelah dijelaskan diatas kemudian permasalahan yang kami angkat yaitu keuntungan dan kerugian sebagai dampak yang didapatkan dari penurunan harga dan permintaan BBM ini kemudian menjadi menarik untuk diteliti dengan tujuan melihat mekanisme pasar yang terjadi dari segi penawaran dan permintaan minyak, melihat menariknya kondisi minyak yang mengalami penurunan drastis dengan keberadaannya yang fluktuatif  kemudian studi ini akan menggali kembali permasalahan ini dengan metode analisis data sebelum dan saat berlangsungnya pandemik covid-19 dengan harapan penelitian ini pembaca dapat melihat keuntungan dan kerugian apa saja yang diterima dari sisi pemerintah, masyarakat, bahkan pengusaha dan perusahaan yang bergantung pada permintaan BBM yang akan dibahas secara lebih luas. Penelitian ini mengambil fokus kemudian pada penggunaan minyak nasional di Indonesia dengan sektor perusahaan minyak besar di Indonesia yakni Pertamina yang mengalami kerugaian sebagai bahan analisa. Hasil yang di bahas di bawah kemudian menggunakan pengujian empiris suatu metode kualitatif yang diperoleh dari sumber observasi mengenai data yang bukan dari eksperimen melainkan kondisi alamiah yang terjadi akibat pandemi ini. 


Tinjauan Literatur

  • Supply and demand

Dalam mekanisme pasar terdapat permintaan dan penawaran dimana hal ini menjelaskan interaksi atau hubungan yang terjadi di antara kedua pihak yaitu pembeli dan penjual. Jika penjual menerima permintaan lebih banyak maka otomatis hal itu akan menyebabkan ketidakseimbangan antara pembelian dan produksi akibatnya kelangkaan dan peningkatan harga akan terjadi. Begitu juga sebaliknya di dalam hukum penawaran akan semakin tinggi harga dan jumlah barang yang ditawarkan akan semakin banyak sehingga terjadi lonjakan produksi dan harga relatif rendah.  Inilah yang dinamakan dengan hukum permintaan dan penawaran. Selain itu, kurva permintaan memiliki perbedaan di setiap negara yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang juga menentukan posisi kurva permintaan seperti : selera konsumen, jumlah konsumen, ekspetasi harga konsumen, pendapatan konsumen dan harga produk tersebut. Berbeda dengan kurva penawaran sering kali disebabkan oleh teknologi, jumlah perusahaan, harga inpun produktid dan ekspetasi harga perusahaan. Disaat kurva penawaran tinggi itu mencerminkan biaya marjinal yang lebih tinggi terkait dengan hasil yang lebih tinggi pula. Untuk kurva penawaran domestik akan mengalami perubahan karena intervensi non-harga yang bisa saja berasal dari pengaruh internasional. Pergerakan penawaran atau permintaan harus dibedakan dari pergerakan di sepanjang kurva. Perubahan harga menyebabkan perubahan kuantitas yang ditawarkan atau diminta di sepanjang kurva. (Thompson, 2006) 

Adapun faktor yang mempengaruhi permintaan yaitu harga barang itu sendiri dimana jika harga suatu barang semakin rendah permintaan terhadap barang tersebut akan semakin bertambah, begitu juga sebaliknya. Selanjutnya ketersediaan dan perubahan harga barang sejenis sebagai pengganti dan pelengkap, apabila harga barang pengganti dan barang pelengkapnya turun, maka permintaan atas barang tersebut akan semakin berkurang. Namun apabila harga barang pengganti dan barang pelengkap naik, maka permintaan atas barang tersebut akan meningkat. Tingkat pendapatan atau daya beli konsumen karena tingkat perndapatan konsumen akan mneunjukkan daya beli konsumen tersebut. Kebiasaan atau selera konsumen. Selain itu jumlah penduduk juga memberikan pengaruh dimana semakin besar jumlah penduduk yang ada dalam suatu daerah atau negara, maka semakin tinggi pula jumlah permintaah atas suatu barang untuk harga tertentu. Yang terakhir prediksi konsumen tentang perkiraan harga pada masa yang akan datang, jika konsumen memprediksikan bahwa harga suatu barang tertentu akan naik maka dorongan untuk membeli lebih banyak produk dan menghemat tenaga serta uang belanja dimasa mendatang.  

Faktor yang mempengaruhi penawaran, harga barang itu sendiri, ketersediaan dan perubahan harga barang sejenis sebagai pengganti dan pelengkap, biaya produksi dan teknologi yang digunakan karena produsen membutuhkan biaya produksi dan penggunaan alat-alat teknologi untuk menghasilkan barang atau jasa dengan cepat dan berkualitas, jumlah barang yang ditawarkan tergantung dengan jumlah produsen, kebijakan pemerintah dimana besar jumlah pajak yang dibebankan akan mempengaruhi jumlah barang yang ditawarkan begitu juga dengan subsidi yang diberikan pemerintah yang juga mampu mengurangi biaya produksi. Selanjutnya faktor alam yang memberikan pengaruh yang signifikan yaitu dapat mempengaruhi penawaran khususnya untuk produk pertanian dan perikanan. Yang terakhir yaitu prediksi produsen tentang perkiraan harga pada masa mendatang.  Pada mekanisme pasar semua barang atau jasa memiliki nilai permintaan dan penawaran, contohnya BBM. BBM adalah salah satu bahan pokok penggerak sektor kehidupan manusia dan dengan sifat fluktuatif dimana kondisi ini menunjukan ada gejala turun naiknya harga yang dipengaruhi penawaran dan permintaan, secara teoritis kemudian mengapa masalah ini peneliti angkat karena melihat turunnya harga minyak secara drastis sebagai dampak covid-19 telah secara besar-besaran mempengaruhi permintaan minyak sebagai salah satu bahan pokok kebutuhan masyarakat, selain itu salah satu faktor permintaan dan penawaran adalah harga barang itu sendiri dimana jika harga suatu barang semakin rendah permintaan terhadap barang tersebut akan semakin bertambah, dan hal ini secara berangsur memberi keuntungan dan kerugian bagi banyak pihak khususnya di Indonesia. 

Selain itu dalam studi sebelumnya dijelaskan selama masa covid-19 ini penurunan minyak/BBM sepanjang kuartal tahun 2020 akan mengalami ketidakseimbangan. Dan dalam masa penurunan permintaan minyak/BBM yang dikonsumsi akan berkurang lebih dari 20-30%.. Karena produksi minyak mentah tidak mungkin bisa diturunkan seketika, dalam masa penurunan permintaan yang tajam tersebut akan menimbulkan kelebihan persediaan minyak yang cukup besar dalam hal ini penawarannya meningkat namun permintaan menurun sehingga membuat harga minyak turun. Dapat disimpulkan juga bahwa dalam kurun pandemi covid-19 di tahun 2020 industri minyak mengalami penurunan permintaan, penurunan harga, dan kelebihan produksi karena bagaimana pun juga produksi tidak bisa dihentikan meskipun harga minyak sudah terlalu rendah. Dengan harga minyak/BBM yang rendah ini kemudian akan membawa efek domino bagi para produsen minyak juga bagi pihak pemerintah dan masyarakat. 


Metode
Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dimana penelitian ini dikembangkan berdasarkan penelusuran literatur yang terkait antara topik dan tema mengenai permintaan dan penawaran BBM dengan data yang  diperoleh dari internet adalah jenis data sekunder seperti berita/artikel, jurnal, dan buku. Jenis penelitian kualitatif yang dipakai adalah pendalaman terhadap studi kasus dengan maksud pendalaman studi kasus yakni suatu bentuk metode kualitatif berupa pengamatan terhadap sebuah peristiwa atau kasus dengan ulasan secara mendalam dan metode komparasi yakni membandingkan data dari tahun sebelum dan saat berlangsung pandemi covid-19. Tulisan ini akan diulas dari sudut pandang Indonesia terhadap dampak dari covid-19 baik itu untung atau rugi dari adanya penurunan permintaan dan harga minyak/BBM. Tahapan analisisnya berupa pemaparan data yang didalamnya termasuk komparasi dua data dan penyajian data berdasarkan studi kasus serta penarikan kesimpulan. 

Hasil dan Analisis
Bahan bakar minyak adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Selain itu, pergerakan harga BBM tersebut pun menjadi acuan bagi indikator perekonomian di suatu negara bahkan di Indonesia sendiri sebagai sumber pendapatan untuk APBN dan memberikan sumbangan ekonomi lokal di daerah dimana kegiatan eksplorasi, produksi, pengilangan bahkan distribusi minyak dan gas bumi dilakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, peran terbesar industry minyak dan gas bumi ini yaitu menyediakan energi khususnya BBM yang digunakan untuk menggerakkan berbagai sektor yang ada di seluruh Indonesia. Itulah yang menjadi fenomena menarik saat ini dimana sejumlah jenis BBM mengalami kenaikan dan penurunan harga. Penyesuaian harga BBM ini umumnya merupakan aksi yang dilakukan perusahaan mengacu pada ketentuan yang berlaku sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah.  Dampak yang dirasakan karena Covid-19 ini memukul keras berbagai sektor, tidak terkecuali industri minyak dan gas bumi ini. Dalam waktu singkat karena pandemi di tahun 2020 industri minyak dan gas bumi mengalami penurunan permintaan, harga dan kelebihan produksi meskipun dalam beberapa saat produksi dikurangi hal ini dikarenakan pembatasan pergerakan oleh berbagai kebijakan yang diterapkan secara langsung berdampak.  

Kondisi Harga Minyak Pada Tahun 2020 
  • Kuartal 1

Sebelumnya di awal tahun 2020 negara anggota OPEC mengalami konflik dalam keanggotannya terlebih antara Arab Saudi dan Rusia kemudian kondisi semakin parah semenjak WHO mengambil langkah untuk menanggulangi penyebaran covid-19 dengan cara lockdown atau karantina wilayah, langkah ini mengakibatkan menurunnya harga minyak. Di kuartal pertama tahun 2020 harga minyak berada di level terlemah dalam 18 tahun terakhir sebagaimana dilansir CNBC Indonesia, beberapa BBM seperti WTI dihargai 20,48 US dollar per barel dan Brent senilai 22,74 US dollar per barel. Harga minyak kemudian dijual murah sekitar 15 juta bpd (negative demand shock) karena dampak lockdown covid-19 disini harga minyak mentah benarbenar merosot dan pasar diprediksi kelebihan stok minyak sampai 4 juta bpd atau (positive supply shock) akibat bersih tegang Rusia dan Arab Saudi.  (lihat gambar 1). Di Indonesia sendiri direktur Hulu Migas PT Pertamina Persero menyatakan produksi migas mengalami kenaikan saat itu sebanyak 2% dari tahun 2019 namun ketika covid-19 mulai masuk ke Indonesia Pertamina tetap berupaya menjaga produksi minyak sesuai target dalam RKAP.  

  • Kuartal 2 

Di kuartal ke 2 tanda-tanda resesi semakin nyata dan isu ini bahkan mempengaruhi pergerakan pasar finansial global, termasuk harga minyak mentah dan BBM. Di kuartal kedua secara internasional jenis minyak WTI misalnya mulai mengalami penguatan berkisar 0,14% dari sebelumnya sehingga harganya naik ke 40,59 US dollar per barel, sementara minyak Brent melemah namun kecil pelemahannya sekitar 0,2% ke 43,14 US dollar per barel. Di kuartal kedua ini beberapa negara maju mengalami resesi dan mengalami kerugian yang cukup signifikan misalnya Singapura dan Amerika Serikat.  Akibatnya OPEC dan para sekutunya memustuskan untuk mulai menurunkan produksi minyak. Terlihat di gambar bahwa pada bulan April ke Juni penurunannya menjadi sangat buruk mencapai -37,4% atau senilai 19,33 US dollar per barel adapun pelemahan ini karena ancaman negara Libya yang ingin meningkatkan produksi minyaknya sedangkan permintaan masih terhalang pandemi covid-19. (lihat gambar 2) di tengah penurunan drastis harga minyak, di Indonesia sendiri menteri ESDM optimis harga minyak dunia berpotensi naik kembali dalam waktu dekat dengan proyeksi 40 US dollar per barel pada akhir tahun sehingga ditengah pergolakan fluktuatifnya harga minyak pemerintah Indonesia tetap mewaspadai kebijakan-kebijakan yang ditetapkan OPEC termasuk pemotongan produksi minyak. 

  • Kuartal 3

Di kuartal ketiga fase terburuk dari pandemi covid-19 mulai mereda, beberapa negara mulai melonggarkan karantina wilayah dan aktifitas mulai berjalan seperti biasanya. Pasar kini menanti apakah keputusan OPEC sebelumnya untuk mengurangi produksi minyak dapat mempertahankan mekanisme pasar seiring dengan proses permintaan minyak dunia yang masih bergerak fluktuatif. Sampai kuartal 3 harga minyak dunia masih bertahan dibawah 40 US dollar per barel dikarenakan permintaan masih pasang surut berjalan seiring dengan kekhawatiran pandemi covid-19. Namun di kuartal 3 harga minyak sudah naik dua kali lipat dibanding kuartal 2 khususnya di titik terendahnya bulan April.  Di kuartal ketiga ini justru Indonesia menerima kabar baik dimana program lifting minyak (produksi siap jual) migas Indonesia mencapai 100,2% atau 706,2 ribu barel minyak per hari dari target anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P) sebesar 705 ribu barel minyak per hari.  

  • Kuartal 4

Di kuartal ke 4 awalnya diprediksi minyak mentah jenis WIT untuk pengiriman bulan oktober 2020 turun 0,3% sehingga menjadi 39,70 US dollar per barel sedangkan minyak mentah Brent di bulan November 2020 diprediksi turun 0,2% sehingga menjadi 41,64 US dollar per barel di bursa ICE. Untuk bulan Desember 2020 kontrak pengirimannya diperkirakan melemah 1,63%.


Perbandingan Harga BBM Sebelum dan Setelah Covid-19 

Di awal tahun 2019 harga minyak dunia mengalami penurunan drastis, diperkirakan sekitar 1% pada hari pertama perdagangan tahun 2019.  Hal ini dikarenakan oleh ekspetasi banjir pasokan yang menyebabkan melonjaknya produksi minyak dan akhirnya memicu perlambaatan ekonomi global. Harga minyak pada akhir tahun 2018 ini melemah sejak tahun 2015. Oleh karena itu harga minyak ditahun 2019 tergolong tidak pasti yang juga didukung oleh dengan ketidakstabilan politik juga konflik diberbagai negara dominasi. Demi untuk menstabilkan perekonomian nasional pemerintah memberlakukan tarif disetiap jenis bahan bakar dimulai per Januari 2019 PT Pertamina (Persero) menurunkan harga BBM nonsubsidi sekitar Rp 100 sampai Rp  250 diberbagai jenis BBM. Namun harga yang berlaku dimasing-masing daerah mengalami perbedaan hal ini dipengaruhi oleh perbedaan besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Deflasi yang terjadi bulan ini adalah deflasi yang terbesar sejak Februari 2016. Oleh karena itu dibulan Februari ini BBM mengalami penurunan harga yang lebih signifikan yaitu sekitar Rp 350 sampai Rp 800 dimasing-masing jenisnya. Pada bulan Maret dan di awal April PT Pertamina (Persero) tidak mengubah harga BBM nonsubsidi, berbeda dengan PT Shell Indonesia dan PT Total Oil Indonesia yang menaikkan harga BBM nya. Disusul oleh Pertamina di pertengahan bulan April juga menaikkan harga.  

Memasuki bulan Mei yang diperingati sebagai Hari Buruh, harga BBM nonsubsidi ini masih dalam batas nolmal atau stabil dan tidak mengalami perubahan dan masih sama sejak bulan April lalu. Harga BBM di beberapa daerah belum mengalami peningkatan sampai pertengahan Juni 2019. Sesuai dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meneuturkan bahwa saat itu beberapa jenis bahan bakar tidak akan mengalami perubahan sampai tiga bulan kedepan, yaitu sejak Juli sampai Sempember sesuai dengan kebijakan pemerintah. Dibulan Agustus dan Septermber 2019 banyak informasi yang beredar bahwa harga BBM akan naik, namun dari pihak Pertamina langsungbertindak cepat dan membantah hal tersebut dengan pernyataan resmi dalam artikel pada bulan Agustus dan disampaikan melalui akun Twitter Kementerian BUMN pada bulan September. Awal Oktober 2019 diawali dengan persaingan harga dari PT Pertamina (Persero), PT Shell Indonesia dan PT Total Oil Indonesia. Berdasarkan data pada bulan ini Pertamina yang menetapkan harga yang paling murah disbanding dengan kedua perusahaan yang lain. Dalam hal ini Pertamina terus memberikan kemudahan kepada konsumen dan terus mempertimbangkan harga yang ada agar dapat terus bersaing di pasaran. Dibulan November dan Desember ini mengalami sedikit kenaikan harga sekitar Rp 100 sampai Rp 200 dalam berbagai jenis BBM.  Untuk pembentukan harga BBM ditahun 2019 ditetapkan batasan margin paling tinggi sebesar 10% dan paling rendah 5% dari harga pasar.  

Berbanding terbalik dengan data harga BBM ditahun 2019 bahkan ditahun-tahun sebelumnya. Harga minyak pada tahun 2020 turun drastis dan menjadi yang terparah sepanjang sejarah. Harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada Februari 2020 BBM nys turun Rp 1000 sampai Rp 200 dan minyak anjlok US$ 56,61 per barel, turun 13,41% atau sebesar US$ 8,77 per barel dari US$ 65,38 per barel pada Januari atau BBM nya turun sekitar Rp 1.500 sampai Rp 650. Hal ini dipengaruhi oleh harga minyak mentah utama di pasar internasional pada Februari 2020.   Rencana OPEC untuk mengupayakan pengurangan kelebihan pasokan minyak ini dengan melakukan pemotongan produksi minyak mentah sebanyak 1,5 juta  barel per hari (bph) dan diusulkan untuk dilakukan sampai akhir tahun. Sementara itu produksi minyak mentah Indonesia juga turun menjadi 730 ribu barel per hari dan konsumsi minyak turun 20% dari normal 1,4 juta barel per hari.   SPBU di Indonesia menetapkan harga beragam tergantung daerah dan pajak nya sesuai dengan kebijakan yang diambil pemerintah baik itu BBM subsidi maupun BBM khusus. PT Pertamina telah memberikan informasi mengenai penurunan harga BBM sejak awal bulan Januari dan penyesuaian harga BBM ini berlaku di seluruh Indonesia per tanggal 5 Januari 2020 sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Selama masa PSBB atau lockdown penjualan BBM di dalam negeri turun antara 30% - 65% dikarenakan penggunaan alat-alat transportasi berkurang.  

Harga BBM pada Maret dan April yang jatuh terjungkal masih sama dengann harga BBM bulan sebelumnya, akibat harga minyak dunia dari bulan-bulan sebelumnya sampai bulan Mei sebagai dampak dari pandemi Covid-19 yang membuat konsumsi BBM turun drastis. ICP Maret terjun 39,5% menjadi US $ 34,23 per barel atau sekitar US$ 22,38 barel dibandingkan bulan sebelumnya US$ 56,61 per barel. Beberapa ahli memberikan pendapatnya dengan sepakat mengatakan bahwa penurunan harga BBM dari awal tahun 2020 sampai pada bulan Mei dianggap sah-sah saja dan berharap kemungkinan harga BBM naik pada bulan Juni atau Juli karena bisa saja ini adalah masa pemulihan ekonomi Indonesia. Namun, siapa sangka yang terjadi sekarang ini diluar ekspetasi kita, pandemi terus berlanjut, pengurangan aktivitas berskala besar tahap dua diberlakukan yang menghambat peningkatan daya beli yang belum pasti. Dalam penetapan ICP pada Juli 2020 mencapai USD 42,23 per barel dan naik USD 3,19 per barel dari USD 39,04 per barel pada Juni 2020.  Harga BBM mengalami penaikan sekitar Rp 1.000 sampai Rp 350 dan tidak mengalami perubahan sampai bulan September.  

Harga BBM di bulan Agustus tidak mengalami perubahan dan masih sama dengan harga pada Juli 2020. Pada bulan selanjutnya kementrian ESDM mencatat IPC di September yaitu US$ 37,43 per barel dan pada Oktober sebesar US$ 38,07 per barel dan harga BBM naik sekitar Rp 200 sampai Rp 50. Peningkatan juga terjadi pada ICP SLC dikarenakan membaiknya marjin untuk produk light distillate di pasar Asia Pasifik sebesar US$ 0,53 per barel dari US$ 39,11 per barel menjadi US$ 39,64 per barel. Selanjutnya untuk harga BBM pada bulan November dan Desember bukan berarti tidak ada perubahan, namun memberikan harga yang paling murah dimulai dari harga Rp 6.450 sampai Rp 10.200.  PT Pertamina (Persero) memperkirakan penjualan BBM hingga akhir tahun ini mengalami penurunan hingga dua digit. Sampai akhir tahun ini penjualan BBM diperkirakan mencapat 44,16 juta kilo liter (kl) atau 13,9% lebih rendah dibandingkan penjualan tahun 2019 yang sebesar 51,30 juta kl. Penjualan BBM pada tahun ini 25% lebih rendah daripada kondisi normal sebelum pandemi Covid-19. 


Keuntungan dan Kerugian bagi Pemerintah, Masyarakat dan Perusahaan atau Investor 

Penurunan harga minyak dunia tidak selalu menguntungkan pasti dan tetap akan mengalami kerugian yang dirasakan bersamaan dengan dampak yang ditimbulkan dari pandemi Covid-19 ini. Pada dasarnya penurunan harga minyak dunia ini memberikan untung rugi bagi negara, termasuk pemegang kepentingan lainnya. Dalam hal ini masing-masing tentu mendapatkan keuntungan bahkan kerugian yang dipengaruhi oleh supply and demand BBM ini, masyarakat mendapat keuntungan sekaligus kerugian. Keuntungan didapat dari penurunan harga BBM di beberapa bulan pada tahun 2020 ini yang dapat dirasakan dari biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan bakar. Harga BBM yang turun ini bisa dikatakan sebuah kemajuan yang terjadi bukan oleh pemerintah atas kebijakannya ataupun dari perusahaan/investor tapi terjadi secara langsung sebagaimana sistem yang terjadi di pasar. Fenomena ini dapat kita lihat baik dan buruknya bahkan positif dan negatif dalam ekonomi politik itu tergantung posisi dan keadaan. Pajak yang didapat dari proyek sejak awal penerimaan pajak migas yang mencapat US$ 30 juta per hari berkurang setelah terjadi penurunan harga minyak mentah sekitat US$ 7,5 juta per hari. Begitu juga bagi pendapatan APBN migas sebesar US$ 8,2 miliar/Rp 130 triliun per tahun berkurang.  

Namun sepertinya penurunan harga BBM yang diberlakukan Pertamina sebagai perusahaan disini dianggap kurang walaupun disatu sisi perusahaan juga sangat-sangat merasakan dampak kerugiannya. Disini masyarakat masih merasa merugi sampai Rp 18 triliun jika pemerintah tidak menurunkan harga BBM hingga akhir Juni 2020 walaupun sesuai dengan pemaparan data diatas harga minyak sudah turun drasttis sejak April 2020. Hal ini didasari oleh pikiran masyarakat yang merasa harga BBM saat ini masih tidak sesuai dengan formula yang ditetapkan pemerintah. Sebelumnya pemerintah sudah memberikan alasan mengapa masih mempertahankan harga ditengah penurunan harga minyak mentah dunia ini dikarenakan mempertimbangkan keuangan Pertamina yang sudah sangat tertekan. Sementara bagi sektor industri penurunan ini jelas menurunkan tingkat pendapatan usaha. Negara juga harus merasakan pukulan kerugian dengan kehilangan potensi penerimaan Pajak Pertambangan Nilan (PPN) dari penjualan BBM ini. Namun, keuntungan berikutnya yang diterima oleh masyarakat adalah ketersediaan BBM untuk seluruh rakyat. Tidak ada lagi penimbun BBM bahkan penyelundup BBM karena memiliki selisih harga yang sangat tipis membuat ketersediaan BBM untuk rakyat terjaga dan kapanpun rakyat membutuhkan BBM, selalu tersedia dengan stok yang melimpah. 

Kerugian yang diderita PT Pertamina (Persero) pada awal tahun 2020, seperti yang kita ketahui terjadi karena kebijakan pemerintah yang melanggar konstitusi dan peraturan. Pertamina mendapatkan kerugian sebesar US$ 767,92 juta atau sekitar Rp 11,33 triliun (kurs Rp = 14.766 per dollar AS). Jika dibandingkan dengan periode 2019, ini merupakan kemunduran yang signifikan karena saat itu keuntungan yang diraih sangat besar yaitu sebesar US$ 659,96 juta atau setara dengan Rp 9,7 triliun. Selain itu, penjualan perusahaan yang mengalami penurunan yang cukup besar akibat pandemic Covid-19 yang secara signifikan terjadi pada kuartal II-2020. Dimana bulan April menjadi penurutan terdrastis seiring dengan penurunan demand yang sangat berdampak pada revenue. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat juga berdampak signifikan yang relatif lebih stabil disbanding kuartal kedua tahun 2020. ICP juga sangat memberikan pengaruh Pertamina merugi triliunan pada penurunan harga minyak dunia karena kelebihan pasokan, saat stok yang ada masih banyak namun permintaan atau konsumsi yang ada dipasaran melemah dan mengalami penurunan sekitar 20%. Begitu juga pemerintah mendapatkan lebih banyak keuntungan daripada kerugian. 

Keuntungan yang didapat dari keputusan untuk tidak menurunkan harga BBM diawal masa Covid-19 yaitu pemerintah bisa mendapatkan pemasukan dari keuntungan lebih harga jual BBM di saat harga minyak mentah dunia jatuh. Uang yang didapatkan tersebut dapat dialihkan untuk digunakan dalam penanganan Covid-19 yang tentu membutuhkan dana yang sangat besar. Pertamina disini sebagai investor pun ikut berkontribusi dalam penanganan Covid-19 ini. Jadi singkatnya daripada pemerintah menambah subsidi lagi dengan mengeluarkan dana yang lebih lagi akan lebih menguntungkan jika mengambil keuntungan dari BBM itu sendiri. Program bantuan Pertamina untuk penanggulangan Covid-19 di antaranya mengalih fungsikan dan memfasilitasi RS Pertamina Jaya menjadi RS untuk penanganan Covid-19 pun juga memberikan bantuan dari segi materi.  Hal ini berarti disisi lain pemerintah terbantu dengan ini begitu juga dengan masyarakat yang juga menerima imbas positif dari keadaan ini. karena yang pasti anggaran subsidi jadi lebih murah. Ini seharusnya bisa membuat rakyat mendapat BBM dengan harga yang lebih murah. Selain itu karena BBM ini adalah subsidi dari pemerintah maka disini pemerintah juga sekali lagi diuntungkan karena beban subsidi pemerintah juga menjadi berkurang dan lebih ringan karena penurunan harga BBM tadi. Inilah yang menjadi salah satu efek positif pandemi Covid-19 terhadap  perekonomian masyarakat khususnya di Indonesia. 


Konsep Penawaran dan Permintaan pada BBM  

Berdasarkan konsep yang kami pakai diatas untuk membedah masalah ini diketahui bahwa penawaran dan permintaan merupakan salah satu mekanisme hubungan yang terjadi di dalam pasar, dalam ilmu ekonomi pasar merupakan hal yang penting dan suatu negara digerakan oleh mekanisme pasar yang menjunjung tinggi keadilan dan kebebasan, karenanya pasar itu bebas dan tidak berpihak. Lewat minyak, penulis mencoba melihat permintaan dalam mempengaruhi mekanisme pasar. Permintaan dan pasar adalah suatu kegiatan ekonomi yang tidak dapat dipisahkan, perpaduan antara kualitas dan kuantitas suatu barang akan sangat mempengaruhi daya beli konsumen. Pengaruh yang diterimanya juga cukup besar dimana salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan yaitu harga barang itu sendiri yang jika harga suatu barang semakin rendah permintaan terhadap barang tersebut akan semakin bertambah, begitu juga sebaliknya permintaan menurun apabila harga semakin naik. Yang menjadi menarik disini adalah saat Covid19 mengharuskan masyarakat untuk lockdown di rumah menyebabkan permintaan terhadap minyak menjadi menurun, penawaran meningkat dan harga minyak juga ikut anjlok. 

Kekhawatiran akan turunnya minyak jika dilihat dari posisi tahun-tahun sebelum Covid sebenarnya tidak begitu mengkhawatirkan dikarenakan apabila harga minyak turun, harga BBM tidak langsung akan ikut menurun bahkan cenderung berada di skala harga yang tetap namun berbeda dengan adanya Covid-19 dimana harga minyak mentah menurun dan harga BBM juga ikut turun yang mana mempengaruhi inventory dan distribusi BBM. Situaisi ini menggambarkan keberadaan minyak membanjiri stok penawaran dan perusahaan harus berupaya mendistribusikan BBM karena produsen minyak tidak dapat menghentikan produksi begitu saja namun keadaannya adalah permintaannya menurun karena konsumen khususnya di bidang transportasi yang tidak begitu memerlukan BBM selama karantina wilayah sehingga perusahaanperusahaan memesan lebih sedikit termasuk maskapai penerbangan dan konsumen BBM di sektor publik.  

Dalam tulisan ini penulis menggunakan BBM sebagai komoditas yang dianalisa karena sifatnya yang fluktuatif yang mana menunjukan turun naiknya harga berdasarkan permintaan dan penawaran. Berangkat dari pengertian ini kita dapat memahami bahwa harga permintaan minyak mentah di dunia didasarkan pada penawaran dan permintaan, dan karena pandemi menghentikan sebagian besar kegiatan ekonomi seperti yang dijelaskan diatas maka permintaan minyak menjadi turun drastis begitu pula dengan harganya di pasar. Disini jelas terlihat bahwa permintaan mempengaruhi mekanisme pasar secara besar-besaran dengan fokus utama pada konsumen dan subsidi bahan sebagai pengendali permintaan dan penawaran. Dalam hukum permintaan dan penawaraan terdapat faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran selain harga yaitu kebijakan pemerintah dimana besar jumlah pajak yang dibebankan akan mempengaruhi jumlah barang yang ditawarkan begitu juga dengan subsidi yang diberikan pemerintah yang juga mampu mengurangi biaya produksi. Untuk komoditas minyak yang menjadi fokus adalah subsidi pemerintah, disini jelas-jelas pemerintah untung karena secara logika kita dapt melihat bahwa pemerintah tidak perlu memberi subsidi BBM secara besar-besaran pada masyarakat karena kondisi lockdown, disamping itu masyarakat bersyukur karena BBM jadi lebih murah, namun disayangkan pada pihak perusahaan yang terbatas pada tangki minyak untuk distribusi penawaran karena melonjaknya harga penyimpanan minyak per barel dan imbasnya bagi Indonesia yakni pertamina yang merugi atas kilang minyak terhadap proyek hulu migas lebih tepatnya menurut Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H Samsu bahwa rata-rat biaya produksi migas pertamina mencapai 9-10 US dollar per barel dan jika harga minyak mentah dunia terus menurun maka terpaksa biaya produksi juga semakin meningkat.   

Terdapat faktor lain yaitu faktor alam dimana tidak dapat dipungkiri bahwa faktor permintaan dan penawaran yang turun terhadap minyak dan BBM ini dikarenakan faktor alam yang tak terelakan keberadaannya yakni covid-19. Faktor terakhir yakni prediksi konsumen atau produsen untuk harga barang pada masa mendatang, biasanya untuk konsumen sendiri perkiraan akan konsumsi suatu barang dilihat apabila penawaran itu naik atau turun namun yang jadi fokus disini adalah pada prediksi produsen minyak karena untuk konsumen sendiri berada pada posisi diuntungkan karena harga BBM yang turun sehingga peneliti mengambil beberapa prediksi permintaan dan harga minyak dalam waktu mendatang dari sisi produsen. Disini penulis menggunakan prediksi OPEC yang memperkirakan permintaan minyak mentah dunia turun 9,8 juta barel per hari pada 2020. Sedangkan permintaan minyak secara keseluruhan diperkirakan sedikit di atas 90 juta barel per hari memasuki kuartal ke empat akhir tahun. Sedangkan untuk proyeksi 2021 OPEC memperkirakan ada sedikit kenaikan sebesar 6,2 juta barel per hari dari 2020 namun proyeksi ini sempat menurun 300 ribu  barel per hari sehingga total permintaan minyak dunia pada 2021 diperkirakan 96,3 juta barel per hari.  

Dari harga minyak mentah yang harganya tergelincir bukan berarti bahwa harga BBM akan langsung ikut tergelincir sebenarnya karena harga BBM sendiri memiliki komponen pendukung berupa pajak dan bea sehingga pergerakannya kembali lagi pada regulasi pemerintah, di Indonesia sendiri harga BBM jatuh tapi tidak turun dengan drastis misalnya seperti contoh Pertalite sebagai salah satu BBM nonsubsidi turun sekitar RP.150 per liter dari Rp.7.800 ke Rp.7.650 . namun para konsumen juga sebenarnya tidak dapat mengambil banyak keuntungan karena memang terbatas akan karantina wilayah/lockdown sehingga kemudian kebutuhan bensin konsumen drastis dan berimbas pada permintaan minyak. Dari sekian pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa dari segi permintaan dan penawaraan BBM ternyata sangat mempengaruhi mekanisme pasar terlebih efeknya bagi konsumen dan produsen minyak. Disini kuantitas dan kualitas barang menjadi aspek oenting dalam permintaan dan penawaran terlebih untuk BBM kuantitas minyak dalam hal ini penawaran minyak membawa pengaruh cukup signifikan terhadap dampak dari keuntungan dan kerugian yang diterima baik itu pemerintah, masyarakat, maupun perusahaan. 


Kesimpulan

Dampak yang diterima dari penurunan harga BBM signifikan terutama dalam sistem pasar. Disaat permintaan terhadap minyak menurun disisi lain penawaran meningkat dan harga minyak yang juga ikut anjlok menimbulkan ketidakstabilan. Hal inilah yang telah dijelaskan penulis dalam keuntungan dan kerugian yang didapat bagi pemerintah yang mengalirkan dana tetapi juga bagi perusahaan yang menyediakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk dalam negeri guna memperoleh hasil yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan negara, seperti yang dipaparkan penulis dibagian isi jurnal. Pemerintah sudah harus melakukan penyesuaian dan evaluasi harga BBM di dalam negeri terkait penurunan permintaan dan penawaran minyak global di tengah segala ketidakpastian ini. Karena sejauh ini kebijakan harga BBM di Indonesia selalu berkaitan erat dengan pergerakan minyak global, pergerakan kurs dan permintaan BBM. Namun kita juga harus melihat adanya kompetisi pasar akan menjadi lebih ketat pada masa yang akan mendatang. Inilah yang dimaksudkan tadi jika kita telah bisa menyesuaikan diri dengan fenomena yang terjadi sekarang ini dan dari berbagai macam prediksi dimasa mendatang tentu akan memudahkan kita memulihkan perekonomian juga memenuhi sektor permintaan dan penawaran Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun dalam sektor lain. 


Oleh: International Relations Student Association UKSW


Kesimpulan

  • Sumber Buku & Jurnal 

Thompson. H. (2006). International Economics (2nd edition) Global Markets and Competition. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. 

Widyastuti. N. L. & Nugroho. H. (2020) Dampak Covid-19 Terhadap Industri Minyak dan Gas Bumi: Rekomendasi Kebijakan untuk Indonesia. The Indonesian Journal of Development Planning Volume IV No.2 – Juni 2020  

  • Sumber Internet

ABC Australia. (2020). Apa Saja Dampak Jangka Panjang Virus Corona pada Kesehatan?. detikNews. Diakses melalui https://news.detik.com/abc-australia/d-5194107/apa-saja-dampak-jangka-panjang-viruscorona-pada-kesehatan  

Koran Sindo. (2020). Akibat Wabah Corona, 40 Sektor ini Terdampak Parah. SindoNews.com. diakses melalui https://ekbis.sindonews.com/read/26405/34/akibat-wabah-corona-40-sektor-ini-terdampak-parah1589306757 

Maria, E. (2020). Ini Sektor yang Diuntungkan dari Pandemi Covid-19. Bisnis.com. Diakses melalui https://ekonomi.bisnis.com/read/20200424/9/1231867/ini-sektor-yang-diuntungkan-dari-pandemi-covid-19  

Martha, R. (2020). Sejarah Kejatuhan Harga Minyak Dunia Sebelum DIhantam Pandemi Corona. Katadata.co.id. Diakses melalui https://katadata.co.id/marthathertina/berita/5e9eb6230ff7e/sejarahkejatuhan-harga-minyak-dunia-sebelum-dihantam-pandemi-corona  

John, C, Michaela, G. (2020). Covid-19 and the oil price collapse: Impacts on refining and downstream businesses. PWC. Diakses melalui https://www.pwc.com/us/en/industries/energy-utilitiesmining/library/covid-19-impact-oil-refining-downstream-businesses.html 

Liza, T. (2020). Ekonomi pandemi: Harga minyak dunia anjlok, harga BBM dalam negeri belum tentu bisa turun. BBC News. Diakses melalui https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52379031  

Nur, L, Hanan, N. (2020). Dampak Covid-19 terhadap Industri Minyak dan Gas Bumi: Rekomendasi Kebijakan untuk Indonesia. Bappenas Journal, 166-175. Diakses melalui https://journal.bappenas.go.id/index.php/jpp/article/download/116/83/ 

Fery, A. (2019). Permintaan dan Penawaran: Definisi dan Faktor yang Mempengaruhinya. Paper.id. Diakses mellaui https://www.paper.id/blog/tips-dan-nasihat-umkm/permintaan-dan-penawaran/ 

Adm. (2021) Permintaan dan Penawaran serta Faktor yang Mempengaruhinya. LinovHR. Diakses melalui https://www.linovhr.com/permintaan-dan-penawaran/  

Adm. (2014). Harga BBM Murah, Energi Alternatif Sulit Berkembang. BPH Migas. Diakses melalui https://www.bphmigas.go.id/t/harga-bbm/ 

Tirta, C. (2020). Kuartal 1 Penuh Drama. Harga Minyak Mentah Rontok 60% Lebih. CNBC Indonesia. Diakses melalui https://www.cnbcindonesia.com/market/20200402172237-17-149439/kuartal-i-penuhdrama-harga-minyak-mentah-rontok-60-lebih/2  

Anisatul, U. (2020) Produksi Q1-2020 Pertamina  Naik Saat Anjloknya Harga Minyak. CNBC Indonesia. Diakses melalui https://www.cnbcindonesia.com/news/20200406210106-4-150157/produksi-q1-2020pertamina-naik-saat-anjloknya-harga-minyak  

Putu, A. (2020). ‘Hantu’ Resesi ‘Gentayangan’ Tapi Harga Minyak Masih Perkasa. CNBC Indonesia. Diakses melalui https://www.cnbcindonesia.com/market/20200719125326-17-173763/hantu-resesigentayangan-tapi-harga-minyak-masih-perkasa 

Ali, A. (2020). Analisis Bank Dunia soal Harga Minyak Naik 2 Kali Lipat Meski Pandemi Berlanjut. Bisnis.Tempo.co. Diakses melalui https://bisnis.tempo.co/read/1399371/analisis-bank-dunia-soal-hargaminyak-naik-2-kali-lipat-meski-pandemi-berlanjut?page_num=2  

Adm. (2020). Lifting Minyak Kuartal III 2020 Lampaui Target. Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Minyak Dan Gas Bumi. Diakses melalui https://migas.esdm.go.id/post/read/lifting-minyak-kuartal-iii-2020-lampaui-target 

Dwi, N. (2020). Pandemi Belum Berakhir, Harga Minyak Sudah Rebound Dua Kali Lipat. Market Bisnis. Diakses melalui https://m.bisnis.com/market/read/20201025/94/1309579/pandemi-belum-berakhir-hargaminyak-sudah-rebound-dua-kali-lipat 

Anisatul, U. (2020). Wabah Corona, Harga Minyak RI di Februari Ambles 13%. CNBC Indonesia. Diakses melalui https://www.cnbcindonesia.com/market/20200306131007-17-142985/wabah-corona-harga-minyakri-di-februari-ambles-13  

Made, Y. (2020). Dampak Harga Minyak Global terhadap harga BBM di Indonesia. VOA Indonesia. Diakses melalui https://www.voaindonesia.com/a/dampak-harga-minyak-global-terhadap-harga-bbm-diindonesia-/5411149.html 

Fakhri, R. (2020). Harga BBM Tak berubah di Agustus, Cek Daftarnya. Economy.okefinance. Diakses melalui https://economy.okezone.com/read/2020/08/07/320/2258706/harga-bbm-tak-berubah-di-agustuscek-daftarnya 

Adm. (2020). Untung dan Rugi Jika Harga Minyak mentah Dunia Anjlok. CNN Indonesia. Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200427195244-85-497838/untung-dan-rugi-jika-harga-minyakmentah-dunia-anjlok  

Oktiani, E. (2020). Pertamina Ungkap 3 Biang Kerok Penyebab Kerugian Rp11 Triliun. Economy.okefinance. Diakses melalui 

https://economy.okezone.com/read/2020/08/31/320/2270392/pertamina-ungkap-3-biang-kerok-penyebabkerugian-rp11-triliun  

M, Ahsan, R. (2020). Harga BBm Tak Turun Bisa Untungkan Pemerintah untuk Tangani Covid-19. Katadata.co.id. Diakses melalui https://katadata.co.id/muhammadridhoi/berita/5eb169c4abebc/harga-bbmtak-turun-bisa-untungkan-pemerintah-untuk-tangani-covid-19 

Febrina, R. (2020). Dampak Anjloknya Harga Minyak Dunia Terhadap Ekonomi dan Migas RI. Katadata.co.id. Diakses melalui https://katadata.co.id/febrinaiskana/berita/5e9a470c47886/dampakanjloknya-harga-minyak-dunia-terhadap-ekonomi-dan-migas-ri  

Ferry, S. (2020) Ini Ramalan terbaru OPEC Soal Permintaan Minyak di 2021. CNBC Indonesia. Diakses melalui https://www.cnbcindonesia.com/news/20201111210816-4-201180/ini-ramalan-terbaru-opec-soalpermintaan-minyak-di-2021  

Selfie, M. (2019). Daftar Harga BBM Nonsubsidi yang Turun mulai 5 Januari 2019. Tirto.id. Diakses melalui https://amp.tirto.id/daftar-harga-bbm-nonsubsidi-yang-turun-mulai-5-januari-2019-ddg6 

  • Sumber Foto

AFP via Global Times. https://www.globaltimes.cn/page/202202/1253097.shtml

0 Comments

Leave a comment