loading...

BERSUARA MELINTASI JAGAT MAYA: Pandemi Sebagai Akselerator Digitalisasi Karya Mahasiswa

Pendahuluan

    Pasca caturwulan kedua di tahun 2021, agaknya relasi antara kehidupan masyarakat dengan Covid-19 semakin erat saja. Berdasarkan data dari covid19.go.id, per 14 September 2021 tercatat sudah 4,18 juta orang yang terpapar Covid-19, di mana 3,9 juta dari mereka sembuh sementara korban jiwa mencapai 139 ribu orang (covid19.go.id, 2021). Protokol kesehatan terus diterapkan di manapun lokasinya dan tentu saja vaksinasi menjadi elemen utama yang paling didorong oleh pemerintah dalam penanganan pandemi ini dengan target utama mencapai herd immunity. 76 juta orang untuk vaksin dosis pertama dan 43 juta untuk dosis kedua agaknya sudah menjadi pertanda bahwa Indonesia sudah berada di jalur yang tepat.
Namun tidak hanya hubungan antara manusia dan virus yang semakin kuat, di sisi lain hubungan manusia dengan teknologi pun makin kokoh tiap harinya. Sesaat setelah Covid-19 hadir di kehidupan umat manusia, salah satu protokol kesehatan yang diwajibkan adalah menghindari kerumunan dan social distancing. Maka dari itu, hampir semua aktivitas manusia seperti sekolah, rekreasi, olahraga bahkan bekerja sekalipun dilarang untuk berkumpul di tempat kerja sehingga lahirlah Work/ School From Home. Melihat jauhnya jarak manusia dengan aktivitas mereka, mau tidak mau digitalisasi kehidupan harus dilakukan.

Isi

    Apa   itu   digitalisasi?   Menurut   Wuryanta,   digitalisasi   adalah   proses
transformasi informasi yang berbentuk data, angka, gambar, kata, dan gerak menjadi bentuk bit atau dengan kata lain teknologi digital mampu menyatukan, mengubah, atau menunjukkan informasi menjadi berbagai macam bentuk (Wuryanta, 2004). Sementara menurut Brennen dan Kreiss, digitalisasi memiliki makna yang lebih tepat bila dipaparkan sebagai restrukturisasi aspek-aspek kehidupan manusia di mana masyarakat semakin terikat dengan komunikasi digital dan infrastuktur media (Brennen & Kreiss, 2016). Jadi bisa kita simpulkan, digitalisasi ini berfokus di dua hal: transformasi bentuk informasi dan restukturisasi aspek kehidupan manusia.

    Hal ini tidak bisa kita pungkiri karena fakta pun ada di depan mata kita. Mayoritas informasi dengan segala macamnya sudah pasti ada di platform- platform digital baik itu search engine, media sosial, ataupun aplikasi lainnya. Mulai dari buku, lagu, hingga iklan bisnis dari perusahaan besar maupun UMKM semuanya sudah ada di laman-laman digital. Pihak-pihak yang tidak bisa memahami dan mengikuti arus perkembangan ini akan tertinggal dengan kompetitornya. Sementara dalam kehidupan manusia sehari-hari, digitalisasi juga sudah mengakar. Bercakap dengan aplikasi pesan singkat, menonton tutorial olahraga di YouTube, kerja kelompok sekolah di aplikasi online meeting, melakukan transaksi perbankan digital, dan banyak hal lainnya sudah menunjukkan kalau digitalisasi itu nyata.

    Sekarang, mari kita kerucutkan lingkup subjek pembahasan kita ke aktivitas mahasiswa. Keadaan pandemi merubah sistem mengajar perguruan tinggi. Online meeting application seperti Zoom dan Google Meet menjadi media paling favorit untuk penyelenggaraan kelas daring. Tidak hanya kelas penyampaian materinya saja, bahkan tugas pun semuanya dikerjakan dan dikumpulkan dalam bentuk digital. Khusus bagi angkatan 2020 dan 2021, bahkan mereka melakukan PKKMB (Program Kenal Kampus Mahasiswa Baru) secara daring dan tugas-tugasnya pun menyesuaikan. Mahasiswa baru tidak lagi membuat pernak-pernik seperti buku bersampul warna tertentu atau co-card bertali kenur, melainkan diminta untuk membuat podcast atau penggalangan dana daring.

    Berdasarkan dari penjelasan di atas, bisa kita pahami posisi mahasiswa sekarang sudah mau tidak mau harus paham teknologi, mengapa begitu?:

1)Aktivitas manusia modern yang memang tak bisa dihindari yaitu penerapan teknologi di berbagai bidang kehidupan, dan
2)Hadirnya Covid-19 yang memaksa sebagian besar kegiatan harus daring
 
    Dua hal di atas yang mewajibkan mahasiswa terbiasa dengan digitalisasi ini. Mahasiswa harus bisa mengikuti PKKMB daring, mengikuti kelas secara daring, dan dalam konteks yang dibahas esai ini termasuk juga bagaimana dan di mana mahasiswa menampilkan karya-karya kreatif apapun itu bentuknya.

    Karya itu sendiri menurut KBBI memiliki arti “pekerjaan, hasil perbuatan atau ciptaan” (KBBI, 2021) yang bisa kita interpretasikan bahwa karya bentuk apapun itu baik fisik maupun digital, diluar respon apresiatif atau depresiatif terhadap karya tersebut dan apa substansi yang ingin dibawakan, tetaplah bisa disebut “karya”. Jadi mahasiswa yang menghasilkan apapun dari daya kreatif mereka bisa kita sebut sudah berkarya
Kalau begitu, mari kita ulik beberapa karya mahasiswa yang menarik perhatian dan pantas untuk dibahas menurut penulis:

1)Pengadaan webinar-webinar akademis dan non-akademis
Salah satu hal yang paling menjamur di era pandemi ini adalah webinar baik yang bertopik akademis maupun yang non-akademis. Sebagai pengganti seminar biasa, webinar-webinar ini diselenggarakan oleh berbagai pihak, tak lupa mahasiswa melalui organisasi atau kepanitiaan yang mereka ikuti. Topik webinar yang sangat luas dan bervariatif membuat kelompok masyarakat yang memang pencari ilmu memiliki banyak opsi webinar apa yang akan mereka ikuti. Webinar dengan isu seperti konflik internasional, kekuatan maritim Indonesia, feminisme, lingkungan hidup, manajemen bisnis, self-improvement, hingga sosialisasi gaya hidup sehat semuanya ada. Tentu saja dengan banyaknya organisasi kemahasiswaan yang menyelenggarakan webinar, hal ini bisa kita kategorikan sebagai karya mahasiswa pula dan dengan kondisi dunia pasca pandemi Covid-19 pasti webinar ini akan tetap laris hingga kedepannya

2)Kontroversi unggahan BEM UI “Jokowi: King of Lip Service”
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) menimbulkan kontroversi yang cukup gaduh dengan membuat unggahan berjudul “Jokowi: The King of Lip Service” di laman Twitter, Instagram, dan situs resmi BEM UI pada 26 Juni 2021. Unggahan ini berisi kritikan BEM UI terhadap Jokowi yang dianggap hanya bisa membual selama menjabat sebagai presiden Indonesia. Isu-isu seperti demonstrasi mahasiswa, revisi UU ITE, hingga wacana penguatan KPK disinggung oleh BEM UI sebagai beberapa isu yang ucapan Jokowi hanyalah bualan belaka (CNBC Indonesia, 2021). Tidak main-main, isu ini menarik perhatian banyak pihak mulai dari masyarakat awam, pengamat- pengamat politik, hingga orang-orang di jajaran istana negara bahkan sampai ke presiden itu sendiri.

3)Video Musik “Negeri Istimewa” dari BEM KM UGM di laman Youtube
BEM KM UGM pada 21 Maret 2021 merilis video musik berjudul “Negeri Istimewa” di laman resmi channel Youtube mereka. Lebih tepatnya video musik ini dibuat oleh Kementerian Aksi & Propaganda dari BEM KM UGM. Lagu orisinal dari mahasiswa-mahasiswa Jogja ini ingin menyampaikan kritik kepada pemerintah daerah mengenai Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan yang tata kelolanya dianggap tidak jelas dan membuat kondisi sampah semakin memburuk hingga tumpah ruah ke jalan umum (detiknews, 2020). Video musik ini mendapat apresiasi yang sangat baik dari masyarakat dengan jumlah tayangan mencapai 188 ribu dan like sejumlah 20 ribu.

    Contoh karya-karya yang penulis jabarkan di atas adalah hasil dari buah tangan mahasiswa. Variasi karya yang mereka hasilkan sangat banyak, mulai dari poster, infografis, artikel, hingga musik video. Tidak hanya karya dalam lingkup seni atau objek yang berbentuk suatu unggahan digital atau suatu objek, karya dalam bentuk suatu “acara” atau suatu “pergerakan” juga bernilai sama baiknya atau sama bermaknanya seperti contohnya webinar atau bahkan demonstrasi. Memang, karya yang dihasilkan itu bisa saja menjadi pemercik api kontroversi seperti contohnya unggahan “Jokowi: King of Lip Service” yang bahkan menuai komentar dari orang-orang jajaran istana negara termasuk presiden sendiri. Namun, yang menjadi fokus di sini adalah bagaimana mahasiswa berkarya, bagaimana mereka menghasilkan sesuatu yang orisinal, terlepas dari substansi dari karya itu sendiri. Lagipula, suatu karya atau suatu hal itu baik atau buruk penilaiannya sering kali sangat subjektif. Karya yang mengkritik pemerintah atau pihak tertentu akan dicap buruk oleh simpatisan pihak yang dikritik, namun bisa saja karya tersebut menjadi suatu gebrakan positif yang menyuarakan suara dari pihak selama ini tidak berani menyampaikan pendapat. Maka dari itu, penulis melepas pandangan subjektif mengenai isi konten karya-karya di atas, tapi memilih jalur objektif dalam menganalisa. Objektif yang berarti kesesuaian dengan realitas, apa yang menjadi objek bisa diukur dan ada bukti nyatanya bagi siapapun yang melihat (Murdowo, 2006; Hasbiansyah, 2004). Begitu pula dengan karya, yang utama adalah karya itu ada dan informasi yang disampaikan ada buktinya nyatanya.

Penutup

    Menurut penuturan awam, masa depan suatu bangsa ada di pundak generasi muda, khususnya mahasiswa yang dicap sebagai intelektual pembawa perubahan. Maka dari itu, satu komponen penting bila ingin mengubah adalah melangkah terlebih dahulu. Melangkah untuk apa? Untuk membuat suatu karya. Dan di era yang segalanya serba mudah dan serba cepat dengan internet serta pernak-pernik teknologi lain, produktivitas mahasiswa menghasilkan karya harus linear dengan perkembangan kemudahan dan kecepatan tersebut. Tak lupa, walaupun karya yang dihasilkan bertujuan untuk mengkritik suatu pihak, setidak- tidaknya tetap di bawah payung norma sosial dan norma kesopanan yang ada sehingga mahasiswa sebagai pencipta karya tetap menjaga martabat dirinya. Apapun bentuk karyanya, mahasiswa yang berkarya sudah menjadi manusia yang lebih bermakna karena ia sudah menggunakan daya pikir dan daya kreasinya untuk menghasilkan sesuatu yang menjadi “monumen” eksistensinya di dunia ini.


Oleh : Arya Dharma Adhitama S.W. 

- Universitas Sebelas Maret - 

 
DAFTAR PUSTAKA


Brennen, J.Scott & Kreiss, D. “Digitalization”. Dalam The International Encyclopedia of Communication Theory and Philosophy, diedit oleh Klaus Bruhn Jensen, Robert T. Craig, Jefferson D. Pooley, dan Eric W. Rothenbuhler, 1-11. New York: John Wiley & Sons Inc., 2016

CNBC Indonesia. “Geger BEM UI Kritik Tajam Jokowi ‘The King of Lip Service’”. Terakhir diperbarui pada 28 Juni 2021.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210628101622-4-256400/geger- bem-ui-kritik-tajam-jokowi-the-king-of-lip-service

Covid19.go.id. “Peta Sebaran”. Terakhir diperbarui pada 14 September 2021. https://covid19.go.id/peta-sebaran

Detiknews. “TPST Piyungan Ditutup Warga, Sampah di TPS Kota Yogya
Menumpuk”. Terakhir diperbarui pada 21 Desember 2020. https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-5304325/tpst-piyungan- ditutup-warga-sampah-di-tps-kota-yogya-menumpuk

Hasbiansyah, O. “Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial”. MediaTor Vol 5, No.2 (2004): 199-218.

KBBI.“Arti kata karya”. Diakses pada 17 September 2021. https://kbbi.web.id/karya
Murdowo, Susapto. “OBJEKTIVITAS IMAJINASI DALAM SENI”. Imaji Vol.4, No.1 (Februari 2006): 114-120.

Wuryanta, AG Eka Wenats. “Digitalisasi Masyarakat: Menilik Kekuatan dan Kelemahan Dinamika Era Informasi Digital dan Masyarakat Informasi”. Jurnal ILMU KOMUNIKASI Vol.1, No.2 (2004): 131-142.

0 Comments

Leave a comment