Analisa Dampak Pengarusutamaan Gender Terhadap Pembangunan Lapangan Kerja Studi Kasus Industri Tambang di Indonesia

Kevin Satria Hidayat
Universitas Potensi Utama Medan
Email: kevinsatriahidayat28192@gmail.com
Abstract
Gender mainstreaming is a strategy built to integrate gender into an integral dimension of planning, drafting, implementing, monitoring and evaluating development policies and programs. The development of employment opportunities in Indonesia has not yet reached the point where people find it easy to get them, especially for women. Gender equality, decent work and economic growth, as well as gender mainstreaming are some of the solutions to this problem. Through the theory of Feminism and Sustainable Development Goals as a supporter of the above solution. Many think that women do not have to work and it is enough to take care of the household, even though women are one of the supporting factors that can help a country's economy to stabilize or improve. The mining industry is one of the sectors that build the country's economy, women who are considered unorthodox to work rough in mining should have the opportunity to have a career in the mining industry. The government and society must work together so that women's work opportunities can be overcome and have the same opportunities as men. If this problem can be solved then development in Indonesia has the opportunity to experience a significant acceleration.
Keywords: Feminist, Sustainable Development Goals, Employment, Mainstreaming
Abstrak
Pengarusutumaan gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi suatu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan. Pembangunan lapangan kerja di Indonesia saat ini belum mencapai titik dimana rakyat merasa mudah untuk mendapatkannya terkhususnya bagi para perempuan. Kesetaraan gender, pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi, dan juga pengarusutamaan gender menjadi bebarapa solusi atas masalah ini. Melalui teori Feminisme dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagai pendukung solusi di atas. Banyak yang beranggapan bahwa perempuan tidak harus bekerja dan cukup dengan mengurus rumah tangga, padahal perempuan adalah salah satu faktor pendukung yang dapat membantu perekonomian suatu negara kembali stabil maupun meningkat. Industri pertambangan menjadi salah satu sektor pembangun ekonomi negara, perempuan yang dianggap tidak lazim bekerja kasar di pertambangan harusnya memiliki kesempatan untuk berkarir di industri pertambangan. Pemerintah dan masyrakat harus bekerja sama agar kesempatan bekerja bagi perempuan bisa diatasi dan memliki kesempatan yang sama pula dengan laki-laki. Bila masalah ini dapat diselesaikan maka pembangunan di Indonesia berpeluang mengalami percepatan yang signifikan.
Kata Kunci: Feminis, Tujuan Pembangunan berkelanjutan, Lapangan Kerja, Pengarusutamaan
Pendahuluan
Pengarusutamaan Gender adalah proses untuk menjamin perempuan dan laki-laki mempunyai akses dan kontrol terhadap sumber daya, memperoleh manfaat pembangunan dan pengambilan keputusan yang sama di semua tahapan proses pembangunan dan seluruh proyek, program, dan kebijakan pemerintah (Inpres 9/2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional). Kesetaraan gender dalam kebijakan pembangunan menjadi indikator yang yang cukup signifikan, karena kesetaraan gender akan memperkuat kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan dan memerintah secara efektif. Semakin tinggi apresiasi gender dalam proses perencanaan pembangunan, maka semakin besar upaya suatu negara untuk menekan angka kemiskinan, dan sebaliknya rendahnya apresiasi dimensi gender dalam pembangunan akan meningkatkan angka kemiskinan.
Sejarah perbedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu perbedaan-perbedaan gender dikarenakan banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan, seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan. Dalam banyak masalah di dunia kedudukan wanita seringkali di anggap lebih rendah dari pria, pandangan yang tidak seimbang atas wanita ini menimbulkan suatu masalah klasik yang dihadapi kaum wanita yaitu ketidakadilan perbedaan gender.
Ketertinggalan perempuan mencerminkan masih adanya ketidakadilan dan ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia, hal ini dapat terlihat dari gambaran kondisi perempuan di Indonesia. Sesungguhnya perbedaan gender dengan pemilihan sifat, peran, dan posisi tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan, namun pada kenyataannya perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan. Berbagai pembedaan peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab serta kedudukan antara laki-laki dan perempuan baik secara langsung maupun tidak langsung dan dampak suatu peraturan perundang-undangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidakadilan karena telah berakar dalam adat, norma, ataupun struktur masyarakat.
Seperti yang kita ketahui saat ini masyarakat di Indonesia masih belum merasakan kelayakan kerja bagi mereka semua, khusunya bagi para perempuan. Implementasi pengarusutamaan gender di Indonesia sudah ada yang terealisasi, sebagai contoh saya ambil studi kasus “Pengarusutamaan Gender di Industri Tambang di Indonesia” menjadi salah satu implementasi pengarusutamaan gender di Indonesia(Hervina, 2015: 4).
Kerangka Konseptual
Penelitian ini menggunakan teori Feminisme dan konsep Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme tidak seperti pandangan atau pemahaman lainnya. Feminisme tidak berasal dari sebuah teori atau konsep yang didasarkan atas formula teori tunggal. Itu sebabnya, tidak ada abstraksi pengertian secara spesifik atas pengaplikasian feminisme bagi seluruh perempuan disepanjang masa.
Pengertian feminisme itu sendiri menurut Najmah dan Khatimah Sai’dah dalam bukunya yag berjudul Revisi Politik Perempuan menyebutan bahwa feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan yang terjadi bik dalam keluarga, di tempat kerja, maupun di masyarakat serta adanya tindakan sadar akan laki-laki maupun perempua untuk mengubah keadaan tersebut secara leksikal. Feminisme adalah gerakan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. Pengertian feminisme dapat berubah dikarenakan oleh pemahaman atau pandangan para feminis yang didasarkan atas realita secara historis dan budaya, serta tingkat kesadaran persepsi dan perilaku. Bahkan diantara perempuan dengan jenis-jenis yang hampir mirip terdapat perbedaan pendapat dan perdebatan mengenai pemikiran feminis, sebagian didasarkan atas alasan (misalnya akar kebudayaan) patriarkhi dan dominasi laki-laki, dan sampai resolusi final atas perjuangan perempuan akan non-eksploitasi lingkungan, kebebasan kelas, latar belakang, ras, dan gender.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) adalah sebuah rencana pembangunan berkelanjutan ambisius yang ditandatangani oleh para pemimpin dunia dalam pertemuan di New York pada tahun 2015. Rencana ini memiliki 17 tujuan dan 169 target yang harus dicapai pada tahun 2030. Konsep TPB tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, melainkan juga menekankan pada pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan dengan mengoordinasikan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Dalam pembukaan resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) A/RES/70/1 berjudul “Transforming our World — the 2030 Agenda for Sustainable Development”, salah satu tujuan TPB adalah untuk mewujudkan perlindungan HAM untuk semua orang dan ingin mencapai kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh perempuan. “They seek to realize the human rights of all and to achieve gender equality and the empowerment of all women and girls”.
Hal ini dielaborasi dalam Tujuan 5 dan Tujuan 16 dari TPB. Tujuan 5 dari TPB adalah “achieve gender equality and empower all women and girls” yang dapat dipahami sebagai mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan seluruh perempuan. Sementara itu, Tujuan 16 adalah “promote peaceful and inclusive societies for sustainable development, provide access to justice for all and build effective, accountable and inclusive institutions at all levels”. Meski tidak secara langsung menyinggung kesetaraan gender, namun salah satu target dari tujuan ini, yaitu 16.7 mendukung implementasi pengambilan keputusan yang inklusif dan partisipatif. “Ensure responsive, inclusive, participatory and representative decision making at all levels.” (Wahyuningsih, 2017: 3).
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dan informatif dan menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengutip dari buku dan jurnal yang sudah ada. Penulis mengumpulkan berbagai sumber yang relevan dengan topik penelitian untuk dijadikan sebagai bahan rujukan dan acuan dalam penulisan. Bentuk-bentuk sumber yang dikumpulkan dan dianalisa berupa buku, buku elektronik, artikel ilmiah elektronik, laporan penelitian, berita-berita daring, dan sumber-sumber lain yang berbobot dan cocok untuk menjawab rumusan permasalahan yang akan di bahas.
Pengarusutamaan Gender Secara Umum
Gender masih diartikan oleh masyarakat sebagai perbedaan jenis kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi budaya tentang peran fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki dan perempuan. Hanya saja bila dibandingkan, diskriminasi terhadap perempuan kurang menguntungkan dibandingkan laki-laki.
Mengingat berbagai pertimbangan tersebut diatas, pemerintah perlu membuat sebuah kebijakan publik yang berkaitan dengan isu gender di Indonesia. Dimana Pembuat kebijakan publik adalah para pejabat-pejabat publik, termasuk para pejabat senior pemerintah (public bureaucrats) yang tugasnya tidak lain adalah untuk memikirkan dan memberikan pelayanan demi kebaikan publik (public good). Dalam hubungan ini para ahli, fister busch (1983) membagi kebaikan publik itu dalam 5 unsur keamanan (security), hukum dan ketertiban umun (law and order), keadilan (justice). Kebebasan (liberty) dan kesejahteraan (welfare). Di negara-negara maju, isu-isu yang menyangkut persoalan keamanan, hukum, ketertiban sudah lama tidak lagi menjadi isu kontroversial dalam keputusan-keputusan (policy decisions). Karena itu bagi para pembuat kebijakan di negara ini, isu-isu yang selalu menyedot perhatian mereka ialah yang menyangkut nilai-nilai keadilan, kebebasan.
Pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) di Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan PUG, terutama dikaitkan dengan pelaksanaan PUG dalam perencanaan pembangunan, dilakukan kegiatan evaluasi pelaksanaan PUG oleh Direktorat Kependudukan dan Pemberdayaan Perempuan, Bappenas bekerja sama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Evaluasi pelaksanaan PUG dilakukan salah satunya di sektor ketenagakerjaan. Hal ini dilakukan karena pada sektor ketenagakerjaan, perempuan masih sering ditempatkan di posisi yang tersudut. Dalam rangka mendukung penyelenggaraan perencanaan pembangunan yang responsive gender, Direktorat Kependudukan dan Pemberdayaan Perempuan Bappenas bekerja sama dengan CIDA melalui Women’s Support Project Phase II telah berhasil mengembangkan suatu alat analisis yang dikenal dengan Gender Analysis Pathway (GAP). GAP merupakan alat analisis yang dapat digunakan terutama oleh para perencana di seluruh sektor pembangunan dalam melakukan proses perencanaan, sehingga kebijakan/program/proyek kegiatan pembangunan yang dihasilkan dapat menjadi responsif gender.
Perencanaan yang responsif gender itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu perencanaan yang dilakukan dengan memasukkan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, dan permasalahan yang dihadapi perempuan dan laki-laki sebagai target dan sasaran dari pembangunan, ke dalam proses penyusunan perencanaan, sehingga kebijakan/program/kegiatan pembangunan tersebut dapat turut menjamin terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender di berbagai sektor pembangunan. Proses ini juga dikenal dengan istilah pengarusutamaan gender (PUG) dalam perencanaan kebijakan/program/kegiatan pembangunan. Pelaksanaan PUG di Indonesia telah dimulai pada pada awal tahun 2000, yaitu dengan menggunakan GAP sebagai alat analisis perencanaan pembangunan untuk mengevaluasi dan menganalisis kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan dalam Repelita VI di sektor ketenagakerjaan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas akhirnya pemerintah mengesahkan Inpres No. 9 tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional, yaitu suatu Instruksi Presiden kepada semua Menteri, Lembaga Tinggi Negara, Panglima Angkatan Bersenjata, Gubernur, Bupati, dan Walikota, untuk melakukan PUG dalam keseluruhan proses pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, termasuk salah satunya di bidang ketenagakerjaan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, yang telah diundangkan sebagai Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005, mengamanatkan bahwa peningkatan kualitas hidup perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak merupakan salah satu dari agenda menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis. Upaya tersebut diperkuat setiap tahunnya, melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP), yang merupakan penjabaran dari RPJMN. Dalam RKP 2006, pengarusutamaan gender telah ditetapkan sebagai salah satu prinsip pengarusutamaan yang harus dilakukan oleh seluruh sektor pembangunan untuk memastikan kebijakan/program/kegiatan pembangunan responsif terhadap isu-isu gender. Disebutkan di dalam RKP 2006 tersebut, bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional harus senantiasa mempertimbangkan prinsip-prinsip pengarusutamaan, yaitu tata-laksana pemerintahan yang baik (good governance), pembangunan berkelanjutan (sustainable development), partisipasi masyarakat, desentralisasi, dan gender.(Hervina, 2015: 3)
Pengarusutamaan Gender di Industri Tambang di Indonesia
Menurut hasil tulisan Balada Amor dkk yang berjudul “Pengarusutamaan Gender di Industri Tambang di Indonesia” pada laman World Bank Blogs saya menyimpulkan bahwa industry tambang di Indonesia sudah menerapkan pengarusutamaan gender. Berdasarkan temuan awal penelitian terkait pengarusutamaan gender di industri tambang di Indonesia yang dibiayai oleh pemerintah Kanada, pengarusutamaan gender telah diimplementasikan oleh sektor swasta dalam berbagai tingkatan. Meskipun beberapa perusahaan tambang masih menerapkan kebijakan yang buta/netral gender, banyak dari mereka yang telah mulai mengembangkan pendekatan yang sensitif gender saat perancangan kebijakan dan menjalankan operasi perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut pada umumnya memberi akses yang sama bagi perempuan dan laki-laki, baik dalam hal rekrutmen, promosi, dan pengembangan karir.
Fasilitas dan alat pelindung diri yang ramah gender juga disediakan oleh beberapa perusahaan agar perempuan merasa lebih nyaman bekerja di lapangan. Sebuah perusahaan bahkan telah berupaya lebih jauh untuk memperbaiki ketimpangan gender di ketenagakerjaan melalui kebijakan keberagaman. Perusahaan tersebut mendukung peningkatan partisipasi perempuan dalam ketenagakerjaan dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk memupuk keberagaman di tempat kerja. Strategi ini sering dianggap sebagai suatu langkah fundamental di mana kondisi ketimpangan gender masih tinggi.
“Menargetkan bahwa perempuan terepresentasikan sebanyak sekian persen tanpa mengorbankan kompetensi individu penting untuk dilakukan ketika ketimpangan gender mencapai level yang mengkhawatirkan,” ungkap Jalal, seorang pakar gender dan pengembangan masyarakat.
Laki-laki juga telah dilibatkan dalam usaha mencapai kesetaraan gender, seperti melalui partisipasi dalam pelatihan yang bertujuan untuk menghilangkan bias dan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja. Pelatihan-pelatihan demikian bertujuan untuk memberikan pendidikan bagi laki-laki dan perempuan terkait topik yang berhubungan dengan gender.
Sebagai bagian dari usaha pendidikan bagi pekerja laki-laki, sebuah perusahaan tambang memperkenalkan cuti melahirkan yang lebih lama bagi karyawan laki-lakinya supaya mereka dapat memberikan dukungan emosional kepada istri yang baru melahirkan. CEO perusahaan tersebut menerangkan bahwa kesetaraan gender perlu didukung, baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Dengan semakin banyaknya perempuan yang bekerja di industri tambang, perusahaan mulai menyadari manfaat dari adanya perempuan sebagai bagian tenaga kerja mereka. Manfaat tersebut antara lain adanya proses pertukaran ide yang lebih kreatif, proses negosiasi yang lebih efektif, rekam jejak perilaku keamanan yang lebih baik, dan, pada beberapa kasus, biaya perawatan kendaraan yang lebih rendah.
Perempuan sendiri berhasil membuktikan bahwa mereka memiliki kemampuan yang sama dengan mitra laki-laki dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Lebih jauh, cerita akan kesuksesan perempuan tersebut menginspirasi perempuan muda lain untuk bekerja di industri tambang.
Pengarusutamaan Gender Dalam Perspektif Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Perspektif gender sudah seharusnya diintegrasikan dalam pembangunan berkelanjutan oleh pemerintah. Strateginya, memasukkan isu gender dalam setiap proses kegiatan, program, dan kebijakan yang dilaksanakan kementerian/lembaga. Dikutip dari laman Badan Standardisasi Nasional dalam sebuah seminar “Peningkatan Pemahaman Pengarusutamaan Gender dalam Rangka Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan” yang disampaikan oleh Asisten Deputi Kesetaraan Gender dalam Ekonomi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Eko Novi Ariyanti Rahayu Damayanti pada tahun 2016.
Eko mengungkapkan, pengarusutamaan gender (PUG) telah diamanatkan dalam berbagai peraturan dan kebijakan pemerintah. Seperti dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women); Instruksi Presiden (lnpres) Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional; Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025; serta Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Pengarusutamaan Gender merupakan strategi mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan yang dimulai dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan pembangunan.
“PUG ditujukan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pembangunan, yaitu pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia baik laki-laki maupun perempuan,” tambah Eko. Oleh karena itu, ia berharap BSN juga dapat menyelenggarakan program-program standardisasi yang responsif gender.
Sementara itu Noviati menjelaskan, pengarusutamaan gender di BSN bisa dilakukan misalnya dalam perumusan standar. “Contohnya penggunaan statistik terpilah jenis kelamin dalam proses perumusan SNI,” kata Novi.
Tujuan pembangunan berkelanjutan ini relevan dengan poin kedelapan yaitu mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua. Poin kedelapan ini memiliki beberapa target diantaranya adalah:
Memelihara pertumbuhan ekonomi perkapita sesuai dengan situasi nasional dan, khususnya, setidaknya mempertahankan 7 persen pertumbuhan produk domestik bruto pertahunnya di negara-negara kurang berkembang
Mencapai level yang lebih tinggi untuk produktivitas ekonomi melalui disertifikasi, peningkatan mutu teknologi dan inovasi, termasuk melalui fokus terhadap sektor-sektor yang mempunyai nilai tambah lebih dan padat karya
Mendorong kebijakan yang berorientasi pembangunan yang mendukung aktivitasaktivitas produktif, penciptaan lapangan kerja, kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan mendorong pembentukan dan pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah, termasuk melalui akses terhadap layanan pendanaan/permodalan
Memperbaiki secara progresif, sampai tahun 2030, efisiensi sumberdaya global dalam hal konsumsi dan produksi dan berupaya untuk memisahkan pertumbuhan ekonomi dari degradasi lingkungan, sesuai dengan kerangka kerja 10 tahun program tentang konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, dengan dipelopori negara- negara maju
Pada tahun 2030, mencapai ketenagakerjaan secara penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi seluruh perempuan dan laki-laki, termasuk untuk kaum muda dan orang dengan disabilitas, juga kesetaraan upah bagi pekerjaan yang mempunyai nilai yang sama
Pada tahun 2020, secara substansial mengurangi proporsi usia muda yang tidak bekerja, tidak berpendidikan atau terlatih
Mengambil langkah-langkah segera dan efektif untuk mengentaskan kerja paksa, mengakhiri perbudakan modern dan perdagangan manusia dan menegakkan larangan dan eliminasi bentuk terburuk dari tenaga kerja anak, termasuk perekrutan dan pemanfaatan serdadu anak, dan pada tahun 2025 mengakhiri segala bentuk tenaga kerja anak
Mellindungi hak-hak pekerja dan mendukung lingkungan kerja yang aman bagi seluruh pekerja, khususnya bagi perempuan buruh migran, dan pekerja dalam situasi genting
Pada tahun 2030, merancang dan mengimplementasikan kebijakan yang mendukung turisme yang berkelanjutan yang dapat menciptakan lapangan kerja sekaligus mendukung budaya dan produk lokal
Menguatkan kapasitas institusi keuangan domestik untuk mendorong dan meluaskan akses terhadap perbankan, asuransi dan layanan pendanaan untuk semua
Meningkatkan Bantuan untuk Perdagangan (Aid for Trade) untuk negara-negara berkembang, terutama negara kurang berkembang, termasuk melalui Kerangka Kerja Terintegrasi yang Diperluas untuk Bantuan Teknis Terkait Perdagangan bagi Negara-negara Kurang Berkembang
Pada tahun 2020, mengembangkan dan mengoperasionalkan strategi global bagi angkatan kerja muda dan mengimplementasikan Pakta Kerja Global milik Organisasi Buruh Internasional (ILO)
Dengan beberapa target diatas tentunya akan sangat membantu kita dengan apa yang harus kita capai dalam beberapa tahun kedepan dalam menjalankan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Kesimpulan
Pengarusutamaan gender di Indonesia memang tealh memiliki implementasi yang cukup baik, namun tidak sepenuhnya berdampak terhadap banyak sector. Pada studi kasus kali ini pengarusutamaan gender di industri tambang di Indonesia telah banyak kemajuan. Perempuan-perempuan yang ingin atau telah bekerja dimpertambangan Indonesia telah sebagian telah merasakan dampakm pengarusutamaan gender. Fasilitas dan alat pelindung diri yang ramah gender juga disediakan oleh beberapa perusahaan agar perempuan merasa lebih nyaman bekerja di lapangan. Sebuah perusahaan bahkan telah berupaya lebih jauh untuk memperbaiki ketimpangan gender di ketenagakerjaan melalui kebijakan keberagaman, ini akan sengat mendukung peningkatan partisipasi perempuan dalam ketenagakerjaan dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk memupuk keberagaman di tempat kerja.
Perempuan sebagai salah satu ujung tombak pembangunan suatu negara akan sangat terdorong dan tentunya pembangunan di Indonesia akan terus berkembang secara signifikan.
Referensi
Vinsensio Dugis. (2016). Teori Hubungan
Internasional
Scott B, Andrew L. (1996). Teori-Teori
Hubungan Internasional
Jurnal
Hervina P, dkk. (2015).
Pengarusutamaan Gender di Bidang Ketenagakerjaan
Wahyuningsih. (2017).
Millenium Development Goals (MDGS) dan Sustainable Development Goals (SDGS) Dalam Kesejahteraan Sosial
Internet
Badan Standardisasi Nasional. (2016).
Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Berkerlanjutan. (Online). (https://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/7854/Pengarusutamaan-Gender-dalam-Pembangunan-Berkelanjutan, diakses pada 9 Juli 2021)
World Bank Blogs. (2020).
Pengarusutamaan Gender di Industri Tambang di Indonesia. (Online).
(https://blogs.worldbank.org/id/eastasiapacific/pengarusutamaan-gender-di-industri-tambang-di-indonesia, diakses pada 7 Juli 2021)
Sustainable Development Goals. (2017).
Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. (Online).
(https://www.sdg2030indonesia.org/page/16-tujuan-delapan, diakses pada 8 Juli 2021)
0 Comments